| Selamat datang di IbuHamil.com, sebuah forum seputar kehamilan. Untuk bertanya atau diskusi dengan bumil lain, silakan bergabung dengan komunitas kami. | | | | | | Location: pemalang, jawa tengah
Posts: 1,363
| | BANGGA MENJADI IBU RUMAH TANGGA(sekedar motivasi) Hebat rasanya ketika mendengar ada seorang wanita lulusan sebuah universitas ternama telah bekerja di sebuah perusahaan bonafit dengan gaji jutaan rupiah per bulan. Belum lagi perusahaan sering menugaskan wanita tersebut terbang ke luar negri untuk menyelesaikan urusan perusahaan. Tergambar seolah kesuksesan telah dia raih. Benar seperti itukah?
Kebanyakan orang akan beranggapan demikian. Sesuatu dikatakan sukses lebih dinilai dari segi materi sehingga jika ada sesuatu yang tidak memberi nilai materi akan dianggap remeh. Cara pandang yang demikian membuat banyak dari wanita muslimah bergeser dari fitrohnya. Berpandangan bahwa sekarang sudah saatnya wanita tidak hanya tinggal di rumah menjadi ibu, tapi sekarang saatnya wanita ‘menunjukkan eksistensi diri’ di luar. Menggambarkan seolah-olah tinggal di rumah menjadi seorang ibu adalah hal yang rendah.
Kita bisa dapati ketika seorang ibu rumah tangga ditanya teman lama “Sekarang kerja dimana?” rasanya terasa berat untuk menjawab, berusaha mengalihkan pembicaraan atau menjawab dengan suara lirih sambil tertunduk “Saya adalah ibu rumah tangga”. Rasanya malu! Apalagi jika teman lama yang menanyakan itu “sukses” berkarir di sebuah perusahaan besar. Atau kita bisa dapati ketika ada seorang muslimah lulusan universitas ternama dengan prestasi bagus atau bahkan berpredikat cumlaude hendak berkhidmat di rumah menjadi seorang istri dan ibu bagi anak-anak, dia harus berhadapan dengan “nasehat” dari bapak tercintanya: “Putriku! Kamu kan sudah sarjana, cumlaude lagi! Sayang kalau cuma di rumah saja ngurus suami dan anak.” Padahal, putri tercintanya hendak berkhidmat dengan sesuatu yang mulia, yaitu sesuatu yang memang menjadi tanggung jawabnya. Disana ia ingin mencari surga. Ibu Sebagai Seorang Pendidik
Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa perbaikan masyarakat bisa dilakukan dengan dua cara: Pertama, perbaikan secara lahiriah, yaitu perbaikan yang berlangsung di pasar, masjid, dan berbagai urusan lahiriah lainnya. Hal ini banyak didominasi kaum lelaki, karena merekalah yang sering nampak dan keluar rumah. Kedua, perbaikan masyarakat di balik layar, yaitu perbaikan yang dilakukan di dalam rumah. Sebagian besar peran ini diserahkan pada kaum wanita sebab wanita merupakan pengurus rumah.Pertumbuhan generasi suatu bangsa adalah pertama kali berada di buaian para ibu. Ini berarti seorang ibu telah mengambil jatah yang besar dalam pembentukan pribadi sebuah generasi. Ini adalah tugas yang besar! Mengajari mereka kalimat Laa Ilaaha Illallah.
Bagaimana hati seorang ibu melihat anak-anaknya tumbuh? Ketika tabungan anak kita yang usia 5 tahun mulai menumpuk, “Mau untuk apa nak, tabungannya?” Mata rasanya haru ketika seketika anak menjawab “Mau buat beli CD murotal, Mi!” padahal anak-anak lain kebanyakan akan menjawab “Mau buat beli PS!” Atau ketika ditanya tentang cita-cita, “Adek pengen jadi ulama!” Haru! mendengar jawaban ini dari seorang anak tatkala ana-anak seusianya bermimpi “pengen jadi Superman!”
Jiwa seperti ini bagaimana membentuknya? Butuh seorang pendidik yang ulet dan telaten. Bersungguh-sungguh, dengan tekad yang kuat. Seorang yang sabar untuk setiap hari menempa dengan dibekali ilmu yang kuat. Penuh dengan tawakal dan bergantung pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lalu… jika seperti ini, bisakah kita begitu saja menitipkannya pada pembantu atau membiarkan anak tumbuh begitu saja?? Kita sama-sama tau lingkungan kita bagaimana (TV, media, masyarakat,…) Siapa lagi kalau bukan kita, wahai para ibu -atau calon ibu-?
Padahal anak adalah investasi bagi orang tua di dunia dan akhirat! Setiap upaya yang kita lakukan demi mendidiknya dengan ikhlas adalah suatu kebajikan. Setiap kebajikan akan mendapat balasan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak inginkah hari kita terisi dengannya? Atau memang yang kita inginkan adalah kesuksesan karir anak kita, meraih hidup yang berkecukupan, cukup untuk membeli rumah mewah, cukup untuk membeli mobil mentereng, cukup untuk membayar 10 pembantu, mempunyai keluarga yang bahagia, berakhir pekan di villa. Tanpa memperhatikan bagaimana aqidah, bagaimana ibadah, asal tidak bertengkar dan bisa senyum dan tertawa ria di rumah, disebutlah itu dengan bahagia.
Ketika usia senja, mata mulai rabun, tulang mulai rapuh, atau bahkan tubuh ini hanya mampu berbaring dan tak bisa bangkit dari ranjang untuk sekedar berjalan. Siapa yang mau mengurus kita kalau kita tidak pernah mendidik anak-anak kita? Bukankah mereka sedang sibuk dengan karir mereka yang dulu pernah kita banggakan, atau mungkin sedang asik dengan istri dan anak-anak mereka?
Ketika malaikat maut telah datang, ketika jasad telah dimasukkan ke kubur, ketika diri sangat membutuhkan doa padahal pada hari itu diri ini sudah tidak mampu berbuat banyak karena pintu amal telah ditutup, siapakah yang mendoakan kita kalau kita tidak pernah mengajari anak-anak kita?
Lalu…
Masihkah kita mengatakan jabatan ibu rumah tangga dengan kata ‘cuma’? dengan tertunduk dan suara lirih karena malu?Wallahu a’lam
Thread lain yang berhubungan:
IbuHamil.com - komunitas ibu hamil terbesar di Indonesia
bangga menjadi ibu rumah tangga, hanya jadi ibu rumah tangga saja, jadi ibu rumah tangga atau wanita karir, kata bijak irt, kata bijak rumah tangga, kata bijak ibu rmh tangga, kata kata bijak ibu rumah tangga, kata kata ibu rumah tangga, kata kata mutiara ibu rumah tangga, kata motivasi ibu hamil, kata-kata bijak ibu rumah tangga, kata2 bijak ibu rumah tangga, motivasi ibu rumah tangga, motivasi rumah tangga, resign dan menjadi ibu rumah tangga
| | |
sbnry saya jg bangga jadi ibu rumah tangga... tapi kadang sedih juga, kalo tunttutan klg suami tidak spt yg saya pikirkan... tertekan rasanya...
| | | | | Location: pemalang, jawa tengah
Posts: 1,363
| |
Replying to:
sbnry saya jg bangga jadi ibu rumah tangga... tapi kadang sedih juga, kalo tunttutan klg suami tidak spt yg saya pikirkan... tertekan rasanya... | maaf kalo boleh tau tuntutan yang seperti apa ya bun.
| | |
Replying to:
maaf kalo boleh tau tuntutan yang seperti apa ya bun. | tuntutannya pasti kerja lah... biar gak malu2in klg mrk mkn.. dalam klg mrk perempuan itu kan wanita karir semua..
| | | | | Location: pemalang, jawa tengah
Posts: 1,363
| |
Replying to:
tuntutannya pasti kerja lah... biar gak malu2in klg mrk mkn.. dalam klg mrk perempuan itu kan wanita karir semua.. | sedikit cerita bun, keluarga suami saya alhamdulillah ssekarang sudah menerima saya apa adanya. kakak2 suami, ponakan semua yg perempuan jadi wanita karir bun....sedangkan suami saya anak bungsu eh dapetnya saya cuma perempuan rumahan. jujur, saya gak punya pengalaman kerja sama sekali. gak lama setelah saya lulus suami menikahi saya. dan keinginan suami sebelum menikah adalah dia ingin punya istri yg hanya di rumah saja atau bukan wanita karir.apalagi kalo ketemu teman2 saya yang sudah jadi wanita karir, kadang mereka denger saya jadi ibu rumah tangga serasa gak percaya.
| | |
Replying to:
sedikit cerita bun, keluarga suami saya alhamdulillah ssekarang sudah menerima saya apa adanya. kakak2 suami, ponakan semua yg perempuan jadi wanita karir bun....sedangkan suami saya anak bungsu eh dapetnya saya cuma perempuan rumahan. jujur, saya gak punya pengalaman kerja sama sekali. gak lama setelah saya lulus suami menikahi saya. dan keinginan suami sebelum menikah adalah dia ingin punya istri yg hanya di rumah saja atau bukan wanita karir.apalagi kalo ketemu teman2 saya yang sudah jadi wanita karir, kadang mereka denger saya jadi ibu rumah tangga serasa gak percaya. | iyaa, itu lah... saya dapat tekanan dari klg suami.. untungy jauh kami tinggaly, jadi gak terlalu kerasa..tapi mrk sering tlp suami saya, nanya sari sudah kerja belum .. saya hanya punya pengalaman bisnis sedikit.. padahal saya S1.. cita2 saya punya bisnis rumahan, bukan kerja karir yg keluar rumah,, saya ini orang rumahan...
| | | | | Location: Bantul, Yogyakarta
Posts: 114
| |
Wlpn mgkn tdk diutarakan dgn kata2 lngsg oleh bpk sy,tp sy menangkap scra implisit bpk mmg lbh bangga mlht putriny bekerja bun,apalgi dgn pkrjaan trakhr sy kmrn yg ckp mnjanjikan.
Mengena bgt tlsn bunda nabil yg seorg bpk blng "km kan sarjana nak lulus cumlaude..." krn itu jg yg sy alami bun.
Stlh tau positif hamil dan kndisi g mmgknkn lg utk bkerja sy mmlh resign. Tp sprti bpk ibu dan mgkn suami kecewa..
Tp planning sy bun stlh mlahirkn bbrapa blnny mw bkrja lg yg jam krjany lbh pendek dan te2p bs menjaga dan mendidik anak kelak...
Mdh2n bun,apapun niatanny jk demi keluarga insyalh Allah SWT mmberikan ridhonya, amin.
| | | | | Location: Bandung jawa barat
Posts: 644
| |
Replying to:
Hebat rasanya ketika mendengar ada seorang wanita lulusan sebuah universitas ternama telah bekerja di sebuah perusahaan bonafit dengan gaji jutaan rupiah per bulan. Belum lagi perusahaan sering menugaskan wanita tersebut terbang ke luar negri untuk menyelesaikan urusan perusahaan. Tergambar seolah kesuksesan telah dia raih. Benar seperti itukah?
Kebanyakan orang akan beranggapan demikian. Sesuatu dikatakan sukses lebih dinilai dari segi materi sehingga jika ada sesuatu yang tidak memberi nilai materi akan dianggap remeh. Cara pandang yang demikian membuat banyak dari wanita muslimah bergeser dari fitrohnya. Berpandangan bahwa sekarang sudah saatnya wanita tidak hanya tinggal di rumah menjadi ibu, tapi sekarang saatnya wanita ‘menunjukkan eksistensi diri’ di luar. Menggambarkan seolah-olah tinggal di rumah menjadi seorang ibu adalah hal yang rendah.
Kita bisa dapati ketika seorang ibu rumah tangga ditanya teman lama “Sekarang kerja dimana?” rasanya terasa berat untuk menjawab, berusaha mengalihkan pembicaraan atau menjawab dengan suara lirih sambil tertunduk “Saya adalah ibu rumah tangga”. Rasanya malu! Apalagi jika teman lama yang menanyakan itu “sukses” berkarir di sebuah perusahaan besar. Atau kita bisa dapati ketika ada seorang muslimah lulusan universitas ternama dengan prestasi bagus atau bahkan berpredikat cumlaude hendak berkhidmat di rumah menjadi seorang istri dan ibu bagi anak-anak, dia harus berhadapan dengan “nasehat” dari bapak tercintanya: “Putriku! Kamu kan sudah sarjana, cumlaude lagi! Sayang kalau cuma di rumah saja ngurus suami dan anak.” Padahal, putri tercintanya hendak berkhidmat dengan sesuatu yang mulia, yaitu sesuatu yang memang menjadi tanggung jawabnya. Disana ia ingin mencari surga. Ibu Sebagai Seorang Pendidik
Syaikh Muhammad bin Shalih al ‘Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa perbaikan masyarakat bisa dilakukan dengan dua cara: Pertama, perbaikan secara lahiriah, yaitu perbaikan yang berlangsung di pasar, masjid, dan berbagai urusan lahiriah lainnya. Hal ini banyak didominasi kaum lelaki, karena merekalah yang sering nampak dan keluar rumah. Kedua, perbaikan masyarakat di balik layar, yaitu perbaikan yang dilakukan di dalam rumah. Sebagian besar peran ini diserahkan pada kaum wanita sebab wanita merupakan pengurus rumah.Pertumbuhan generasi suatu bangsa adalah pertama kali berada di buaian para ibu. Ini berarti seorang ibu telah mengambil jatah yang besar dalam pembentukan pribadi sebuah generasi. Ini adalah tugas yang besar! Mengajari mereka kalimat Laa Ilaaha Illallah.
Bagaimana hati seorang ibu melihat anak-anaknya tumbuh? Ketika tabungan anak kita yang usia 5 tahun mulai menumpuk, “Mau untuk apa nak, tabungannya?” Mata rasanya haru ketika seketika anak menjawab “Mau buat beli CD murotal, Mi!” padahal anak-anak lain kebanyakan akan menjawab “Mau buat beli PS!” Atau ketika ditanya tentang cita-cita, “Adek pengen jadi ulama!” Haru! mendengar jawaban ini dari seorang anak tatkala ana-anak seusianya bermimpi “pengen jadi Superman!”
Jiwa seperti ini bagaimana membentuknya? Butuh seorang pendidik yang ulet dan telaten. Bersungguh-sungguh, dengan tekad yang kuat. Seorang yang sabar untuk setiap hari menempa dengan dibekali ilmu yang kuat. Penuh dengan tawakal dan bergantung pada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Lalu… jika seperti ini, bisakah kita begitu saja menitipkannya pada pembantu atau membiarkan anak tumbuh begitu saja?? Kita sama-sama tau lingkungan kita bagaimana (TV, media, masyarakat,…) Siapa lagi kalau bukan kita, wahai para ibu -atau calon ibu-?
Padahal anak adalah investasi bagi orang tua di dunia dan akhirat! Setiap upaya yang kita lakukan demi mendidiknya dengan ikhlas adalah suatu kebajikan. Setiap kebajikan akan mendapat balasan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tidak inginkah hari kita terisi dengannya? Atau memang yang kita inginkan adalah kesuksesan karir anak kita, meraih hidup yang berkecukupan, cukup untuk membeli rumah mewah, cukup untuk membeli mobil mentereng, cukup untuk membayar 10 pembantu, mempunyai keluarga yang bahagia, berakhir pekan di villa. Tanpa memperhatikan bagaimana aqidah, bagaimana ibadah, asal tidak bertengkar dan bisa senyum dan tertawa ria di rumah, disebutlah itu dengan bahagia.
Ketika usia senja, mata mulai rabun, tulang mulai rapuh, atau bahkan tubuh ini hanya mampu berbaring dan tak bisa bangkit dari ranjang untuk sekedar berjalan. Siapa yang mau mengurus kita kalau kita tidak pernah mendidik anak-anak kita? Bukankah mereka sedang sibuk dengan karir mereka yang dulu pernah kita banggakan, atau mungkin sedang asik dengan istri dan anak-anak mereka?
Ketika malaikat maut telah datang, ketika jasad telah dimasukkan ke kubur, ketika diri sangat membutuhkan doa padahal pada hari itu diri ini sudah tidak mampu berbuat banyak karena pintu amal telah ditutup, siapakah yang mendoakan kita kalau kita tidak pernah mengajari anak-anak kita?
Lalu…
Masihkah kita mengatakan jabatan ibu rumah tangga dengan kata ‘cuma’? dengan tertunduk dan suara lirih karena malu?Wallahu a’lam |
saya bangga bun jadi ibu rumah tangga dan dengan lantang saya selalu bilang kalo ada temen2 yg nya kerja apa ya saya bilang ibu rumah tangga alhamdulillah walau diem dirumah masih bisa bantu suami dalam masalah perekonomian dengan bisnis kecil2lan tanpa harus ninggalin kewajiban ku sebagai seorang ibi,istri dan juga seorang wanita
| | |
Replying to:
Hebat rasanya ketika mendengar ada seorang wanita lulusan sebuah universitas ternama telah bekerja di sebuah perusahaan bonafit dengan gaji jutaan rupiah per bulan. Belum lagi perusahaan sering menugaskan wanita tersebut terbang ke luar negri untuk menyelesaikan urusan perusahaan. Tergambar seolah kesuksesan telah dia raih. Benar seperti itukah?
Kebanyakan orang akan beranggapan demikian. Sesuatu dikatakan sukses lebih dinilai dari segi materi sehingga jika ada sesuatu yang tidak memberi nilai materi akan dianggap remeh. Cara pandang yang demikian membuat banyak dari wanita muslimah bergeser dari fitrohnya. Berpandangan bahwa sekarang sudah saatnya wanita tidak hanya tinggal di rumah menjadi ibu, tapi sekarang saatnya wanita ¡®menunjukkan eksistensi diri¡¯ di luar. Menggambarkan seolah-olah tinggal di rumah menjadi seorang ibu adalah hal yang rendah.
Kita bisa dapati ketika seorang ibu rumah tangga ditanya teman lama ¡°Sekarang kerja dimana?¡± rasanya terasa berat untuk menjawab, berusaha mengalihkan pembicaraan atau menjawab dengan suara lirih sambil tertunduk ¡°Saya adalah ibu rumah tangga¡±. Rasanya malu! Apalagi jika teman lama yang menanyakan itu ¡°sukses¡± berkarir di sebuah perusahaan besar. Atau kita bisa dapati ketika ada seorang muslimah lulusan universitas ternama dengan prestasi bagus atau bahkan berpredikat cumlaude hendak berkhidmat di rumah menjadi seorang istri dan ibu bagi anak-anak, dia harus berhadapan dengan ¡°nasehat¡± dari bapak tercintanya: ¡°Putriku! Kamu kan sudah sarjana, cumlaude lagi! Sayang kalau cuma di rumah saja ngurus suami dan anak.¡± Padahal, putri tercintanya hendak berkhidmat dengan sesuatu yang mulia, yaitu sesuatu yang memang menjadi tanggung jawabnya. Disana ia ingin mencari surga. Ibu Sebagai Seorang Pendidik
Syaikh Muhammad bin Shalih al ¡®Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa perbaikan masyarakat bisa dilakukan dengan dua cara: Pertama, perbaikan secara lahiriah, yaitu perbaikan yang berlangsung di pasar, masjid, dan berbagai urusan lahiriah lainnya. Hal ini banyak didominasi kaum lelaki, karena merekalah yang sering nampak dan keluar rumah. Kedua, perbaikan masyarakat di balik layar, yaitu perbaikan yang dilakukan di dalam rumah. Sebagian besar peran ini diserahkan pada kaum wanita sebab wanita merupakan pengurus rumah.Pertumbuhan generasi suatu bangsa adalah pertama kali berada di buaian para ibu. Ini berarti seorang ibu telah mengambil jatah yang besar dalam pembentukan pribadi sebuah generasi. Ini adalah tugas yang besar! Mengajari mereka kalimat Laa Ilaaha Illallah.
Bagaimana hati seorang ibu melihat anak-anaknya tumbuh? Ketika tabungan anak kita yang usia 5 tahun mulai menumpuk, ¡°Mau untuk apa nak, tabungannya?¡± Mata rasanya haru ketika seketika anak menjawab ¡°Mau buat beli CD murotal, Mi!¡± padahal anak-anak lain kebanyakan akan menjawab ¡°Mau buat beli PS!¡± Atau ketika ditanya tentang cita-cita, ¡°Adek pengen jadi ulama!¡± Haru! mendengar jawaban ini dari seorang anak tatkala ana-anak seusianya bermimpi ¡°pengen jadi Superman!¡±
Jiwa seperti ini bagaimana membentuknya? Butuh seorang pendidik yang ulet dan telaten. Bersungguh-sungguh, dengan tekad yang kuat. Seorang yang sabar untuk setiap hari menempa dengan dibekali ilmu yang kuat. Penuh dengan tawakal dan bergantung pada Allah Subhanahu wa Ta¡¯ala. Lalu¡* jika seperti ini, bisakah kita begitu saja menitipkannya pada pembantu atau membiarkan anak tumbuh begitu saja?? Kita sama-sama tau lingkungan kita bagaimana (TV, media, masyarakat,¡*) Siapa lagi kalau bukan kita, wahai para ibu -atau calon ibu-?
Padahal anak adalah investasi bagi orang tua di dunia dan akhirat! Setiap upaya yang kita lakukan demi mendidiknya dengan ikhlas adalah suatu kebajikan. Setiap kebajikan akan mendapat balasan pahala dari Allah Subhanahu wa Ta¡¯ala. Tidak inginkah hari kita terisi dengannya? Atau memang yang kita inginkan adalah kesuksesan karir anak kita, meraih hidup yang berkecukupan, cukup untuk membeli rumah mewah, cukup untuk membeli mobil mentereng, cukup untuk membayar 10 pembantu, mempunyai keluarga yang bahagia, berakhir pekan di villa. Tanpa memperhatikan bagaimana aqidah, bagaimana ibadah, asal tidak bertengkar dan bisa senyum dan tertawa ria di rumah, disebutlah itu dengan bahagia.
Ketika usia senja, mata mulai rabun, tulang mulai rapuh, atau bahkan tubuh ini hanya mampu berbaring dan tak bisa bangkit dari ranjang untuk sekedar berjalan. Siapa yang mau mengurus kita kalau kita tidak pernah mendidik anak-anak kita? Bukankah mereka sedang sibuk dengan karir mereka yang dulu pernah kita banggakan, atau mungkin sedang asik dengan istri dan anak-anak mereka?
Ketika malaikat maut telah datang, ketika jasad telah dimasukkan ke kubur, ketika diri sangat membutuhkan doa padahal pada hari itu diri ini sudah tidak mampu berbuat banyak karena pintu amal telah ditutup, siapakah yang mendoakan kita kalau kita tidak pernah mengajari anak-anak kita?
Lalu¡*
Masihkah kita mengatakan jabatan ibu rumah tangga dengan kata ¡®cuma¡¯? dengan tertunduk dan suara lirih karena malu?Wallahu a¡¯lam | kalo saya bun, ingin bisa jd ibu rumah tangga tetapi jg bisa bekerja..
| | |
Kalau saya memang udah cita-cita kalau menikah ingin mengabdi sepenuhnya pada suami. Secara saya udah capek kerja dari tamat SMA saya sudah bekerja membiayai kuliah sendiri. Cukuplah untuk saya 13 tahun bekerja saatnya untuk punya waktu untuk diri sendiri dan menikmati hidup bersama suami tercinta. Alhamdulillah suami yang meminta saya untuk berhenti bekerja. Kadang-kadang kangen juga suasana kerja bertemu teman-teman. Bos saya pun masih suka nelponin. Gak jarang beliau minta saya membantunya.
Apapun pilihan hidup kita mau menjadi wanita karier atau ibu rumah tangga disyukuri dan dinikmati. Alhamdulillah...
« Muhammad Azka Alfathan my golden boy » | | | |
kerja gak kerja saya pengeny diterima apa adanya... tapi kalo bisa si pengen punya bisnis yg bisa dikontrol dirumah saja...jadi tidak menyita waktu... kerjaan rumah masi bisa ditangani sendiri.. aamiin
| | | | | Location: kuta,badung
Posts: 348
| |
kalo saya kebetulan dipaksa suami jadi IRT baru aja resign pas UK 20w kemarin.. suami juga dah punya usaha sendiri sih.. tapi gak betah bund..sepi rasanya gak ketemu temen2 kantor mungkin belum terbiasa ya bund... mudah2an nanti bulan juni dedek lahir rasa sepi terobati..
| | |
Replying to:
kalo saya kebetulan dipaksa suami jadi IRT baru aja resign pas UK 20w kemarin.. suami juga dah punya usaha sendiri sih.. tapi gak betah bund..sepi rasanya gak ketemu temen2 kantor mungkin belum terbiasa ya bund... mudah2an nanti bulan juni dedek lahir rasa sepi terobati.. | iya si, yg terbiasa kerja pasti bosen dirumah... kalo aku si tipe rumahan... jadi santai saja
| | | | | Location: Jakarta
Posts: 183
| |
Ibu rumah tangga memang hebat ya bun, walopun saya sekolah Alhamdulillah sampai selesai S2 dan overseas, dan saat ini sayapun masih bekerja full time. Tapi nanti ketika anak lahir saya mau resign dan jadi full time ibu rumah tangga, yg bisa jd pendidik yg baik utk anak2 saya nanti. Tidak ada kata malu utk menjadi ibu rumah tangga, bahkan lebih membanggakan jd ibu rumah tangga yg sukses membangun keluarga sakinah, daripada sukses membangun perusahaan asing. Hehe. Mudah2an dimudahkan ya bun, keinginan saya. Amin.
| | |
Replying to:
Ibu rumah tangga memang hebat ya bun, walopun saya sekolah Alhamdulillah sampai selesai S2 dan overseas, dan saat ini sayapun masih bekerja full time. Tapi nanti ketika anak lahir saya mau resign dan jadi full time ibu rumah tangga, yg bisa jd pendidik yg baik utk anak2 saya nanti. Tidak ada kata malu utk menjadi ibu rumah tangga, bahkan lebih membanggakan jd ibu rumah tangga yg sukses membangun keluarga sakinah, daripada sukses membangun perusahaan asing. Hehe. Mudah2an dimudahkan ya bun, keinginan saya. Amin. | andai semua orang memahami pilihan bijak itu ya bunda....
| Silakan daftar untuk menulis pesan :-) |