Bunda mau sharing nih tentang pengalaman hamil setelah 4 tahun menanti. Mungkin ini yang disebut ilmu pasrah dalam keyakinan. Aku ambil dari blog saya, Program Hamil Dengan Berbhakti Pada Orang Tua
Hamil setelah 4 tahun menanti emang berjuta rasanya ya. Kadang aku sendiri enggak percaya jika aku sedang hamil. Sering ditanya sama tetangga-tetangga, "periksa dimana?" atau kalau teman-teman yang sedang program hamil, "
promil apa?"
Jujur, aku enggak kepikiran buat
promil sebelumnya. Istilah
promil saja baru terdengar baru-baru ini setelah hamil. Taunya aku, ikhtiyar. Itupun kami lakukan di pertengahan dan cuma sebentar.
Setahun pernikahan bayang-bayang momongan masih belum seberapa dekat, meskipun ada juga rasa berharap. Baru terasanya pas tahun kedua, sejak kami ngontrak rumah sendiri. Kepikiran buat mencoba saran beberapa teman ke beberapa pengobatan alternatif salah satunya di Mojokerto dekat pabrik Ajinomoto. Itu pertama kalinya aku
promil dan cuma bertahan di 3 kali kunjungan saja.
Paling susah memang meyakinkan suami buat percaya. Kalau kata orang, keyakinan itu bisa membawa keberhasilan. Padahal pengobatannya juga jauh dari hak syirik. Cuma dipijat dan dikasih racikan jamu yang diseduh sendiri.
Memang sih, saat aku membujuk untuk memulai
promil suami seringkali mengingatkan aku, bahwa keyakinan utama hanya kepada Allah.
Promil adalah jalah ikhtiyar. Kalaupun
promil berhasil yang perlu mendapat syukur hanya Allah, bukan mendewakan promilnya atau orang yang sudah membantu
promil, terapis. Misal kebanyak orang-orang yang pijat di tempat ini-itu kemudian hamil, biasanya akan woro-woro kalau pijat tersebut ampuh dan bisa membuat orang cepat hamil. Sekalipun banyak juga berhasil
promil menggunakan di kedokteran, mereka cukup sebagai perantaranya saja.
Kondisi suami yang seperti inilah yang juga meruntuhkan kepercayaanku pada program hamil. Lama-lama kegiatan
promil ini berhenti sendiri.
Sampai pada suatu ketika bapak mertua selalu 'ngalem' alias manja pada kami. Apa-apa manggil kami. Mau berobat kesini kesana minta diantar kami. Padahal aku dan suami tinggal lumayan jauh dari rumah mertua. Masih ada kakak dan adik-adik ipar yang dekat dan seatap sana mertua. Apa-apa mintanya sama suamiku.
Dan si bapak mertua kerap minta aku ikut. Padahal posisiku kadang sebagai penggembira saja diperjalanan. Sudah ada suami yang mapah bapak. Paling-paling nyiapin sendal kalau mau turun mobil.
Pengobatan yang dikunjungi bapak macam-macam. Namanya ikhtiyar, segala macam alternatif dicoba, mulai dari pijat, bekham dan beberapa diantaranya termasuk menerima program hamil.
Seringkali aku dan suamiku dipaksa buat nyoba. Tetap saja suami menolak. Alasannya karena tujuan utamanya memang untuk berobat bapak bukan
promil. Suami selalu tidak suka jika sudah menyimpang dari tujuan utama. Tetapi kalau sedekar misal pijat masih mau dan dibolehin, tetap memang bukan tujuan
promil. Dan sesekali selain pijat di beberapa alternatif itu, kami juga kerap ikut minum jamu yang di suguhin. Mulai jamu beneran, kopi susu kambing, sampai air minun yang sudah didoain. Kami jadi ikut ngerasa sehat ikut nganterin bapak mertua.
Jadi kalau ditanya aku
promil apa, aku bingung ngejawabnya. Karena promilnya mencar-mencar saat ikut bapak mertua berobat. Kalau
promil kan gak sekali dua kali, kudu rutin, itu kali ya alasan si suami enggak mau nyoba meski dipaksa orang tuanya.
Tapi kalau aku boleh bilang, program hamil yang coba dijalankan suami kepadaku adalah bentuk kebaktian kepada orang tuanya. Diawal-awal emang rasanya terpaksa banget buat ikut nganterin mertua. Rasanya kok nggak adil, masak selalu aku yang disuruh-suruh. Masih ada ipar-ipar yang lain. Tetapi si suami dengan sabar membujuku untuk selalu ikut. Katanya bapak mertua suka sama aku. Seneng kalau aku ikut. Jadi rame. Entah bener atau tidak tapi kadang ngerasa cuma cara suami membujuk aku doang. Lama-lama aku terbiasa dengan tingkah manja bapak mertua yang kadang nyebelin itu. Iya sih, kadang suami juga ngerasa bapaknya nyebelin juga. Tapi aneh, si suami selalu nurutin si bapak.
Memang, dari sejak aku dijodoh-jodohin sama suami dulu, suami terkenal dengan ketawadhu'annya kepada orang tua. Ini yang membuatku kepincut, hihi. Hal itu yang selalu membuat mertua manjanya ke suami. Jarang sekali membantah sekalipun diluar kehendaknya. Terlepas dilakukan atau tidak perintahnya, itu masalah lain. Yang penting didepan orang tua tidak membantah. Makanya, di keluarga suami terkenal juga yang paling mokong alias bandel, tapi paling sayang dan disayang orang tuanya.
Kalau suami bilang orang tua itu seperti panitia ospek, "point pertama, orang tua selalu benar. Point kedua, jika orang tua salah maka kembali ke point pertama". Orang tua benar atau salah, suami jarang sekali melihatnya ngeyel depan mertua, ngeyelnya pasti di belakang sama aku doang.
Hihi jadi panjang ya. Mungkin ini lebih tepatnya.
"RidhoNya Allah juga ridhonya orang tua"
Karena didalamnya termasuk ridhonya suami ada dalam ridhonya orang tuanya
hal itu yang memposisikan istri harus taat kepada suami