Dear para bunda,
Ini thread pertama saya sejak menjadi member di sini. Seperti judul nya, saya ingin berbagi pengalaman saya tentang kekecewaan terhadap gender baby. Ini mungkin bukan istilah/peristiwa baru, tapi bagi kehamilan pertama saya ini merupakan proses pembelajaran yang penting buat saya dan mungkin bunda lainnya yang pernah/sedang mengalami hal yang sama.
Jujur saja, saya ingin sekali memiliki anak laki2, selain pengaruh sosial, dari begitu banyaknya keponakan saya dan suami mayoritas adalah perempuan, sedangkan laki2 sangat langka. Saya sendiri hanya punya satu saudara kandung laki2, kalau suami hanya ada satu lagi saudara kandung laki2.
Lalu, ada juga pengaruh budaya, anak laki2 penerus marga keluarga.
Alasan pribadi, anak perempuan kalau besar akan meninggalkan rumah (menjadi milik suaminya), pengalaman saya sendiri setelah menikah di awal tahun pernikahan membutuhkan adaptasi yang sangat tinggi menurut saya karena itu saya ga ingin anak saya mengalami hal yang sama dengan saya nantinya, karena itu saya inginnya anak laki2.
Sampai saat
promil pun saya berusaha menghitung masa subur yang tepat agar meningkatkan kemungkinan baby boy.
Usia kandungan 17w, kata dokter belum jelas kelihatan jenis kelamin nya karena masih terlalu kecil tapi kemungkinan besar perempuan karena baby nya pemalu selalu menutupi jenis kelamin nya dengan kaki. Saya mulai galau. Padahal selama ini kalau saya kaitkan ciri kehamilan saya dengan mitos yang beredar kemungkinan besar baby saya boy. Galau mode on di mulai.
Pada usia kandungan 24w, jenis kelamin baby saya dinyatakan perempuan. Suami, keluarga dan teman2 mengatakan boy/girl tidak menjadi masalah asalkan ibu dan bayi sehat. Saya mengiyakan dan berusaha berpikir seperti demikian tetapi tetap saja saya masih merasa ada yang mengganjal di hati, rasa tidak nyaman. Walaupun di mulut saya mengatakan bahwa boy/girl sama2 anugerah Tuhan keduanya baik dan yang penting sehat tanpa kurang suatu apapun. Tetapi dalam hati dan pikiran saya masih saja belum benar2 bisa menerima kenyataan tersebut. Bahkan saya sempat tidak peduli dengan kehamilan saya selama beberapa hari.
Latar belakang pendidikan saya psikologi, saya tahu saya sedang berada dalam masalah psikologis. Lalu saya banyak membaca artikel di internet. Setelah banyak membaca dan belajar, saya sadari bahwa saya sedang terpuruk dalam kondisi gender dissappointment. Saya sadar bahwa saya harus keluar dari belenggu kekecewaan ini. Dari hasil research kecil2an saya, saya dapatkan kesimpulan bahwa perasaan kecewa ini memang bisa terjadi dan seharusnya bukan direpres atau ditekan ke alam bawah sadar (bahasa awam nya dilupakan begitu saja), tapi perasaan kecewa ini harus diakui dinyatakan dan berdamai dengan rasa kecewa tersebut.
Setiap hari selama terpuruk, saya elus2 perut sambil ajak ngomong baby saya, saya minta maaf karena sampai saat itu masih bisa belum menerima bahwa baby adalah perempuan. Bukannya ngga sayang sama baby tapi emaknya yang lagi bermasalah psikologisnya. Saya sadar dan akui bahwa perasaan kecewa itu salah, tapi saya ngga bisa/belum menemukan cara untuk berdamai dengan rasa kecewa tersebut. Saya juga menghindar dari pertanyaan orang sekitar tentang jenis kelamin baby saya, selalu saya jawab belum kelihatan dengan jelas.
Usia kandungan 26w saya ke
spog yang berbeda kali ini dengan usg 4d agar lebih jelas dan pasti untuk memastikan jenis kelamin baby saya. Ternyata saat usg 4d pun, dokter memastikan (bahkan mengatakan tidak mungkin salah dokter menjamin 100%), kalau baby saya perempuan. Sebenarnya saat itu saya masih merasa kecewa, yahh kok ternyata beneran perempuan.
Tetapi saat proses di usg 4d saya melihat baby saya bergerak melambai2kan tangan seakan2 menyapa saya, dokter menyatakan bayi saya sehat sedang menyapa saya dengan melambaikan tangannya, kaki nya sehat menendang2, wajahnya lengkap cantik seperti ibunya kata dokter. kondisi dalam rahim, plasenta semuanya bagus.
Pada saat itu lah saya merasa mental block saya dipatahkan, baby saya aja menerima saya apa adanya walaupun saya bukan ibu yang sempurna, masa saya ragu menerima baby saya yang belum tahu apa2 dan hampir menolaknya karena jenis kelamin nya perempuan. Itu sungguh tidak adil bagi baby saya dan saya telah menyangkal kebesaran Tuhan yang memberikan baby di rahim saya. Detik itu lah saya terharu dan benar2 bisa menerima baby saya perempuan. Melihat gerakan nya di monitor, rasanya amazing banget apalagi usg 4d tampak jelas sekali. Dokter
spog nya untungnya baik, membiarkan saya agak lama melihat2 gerakan bayi di rahim mungkin ada sekitar 15 menitan. Biasanya jarang ada dokter yang mau memeriksa begitu lama, apalagi banyak pasien lain yang antri. Seketika itu saya melupakan baby saya boy/girl sudah tidak jadi masalah lagi.
Pulang dari dokter saya merenungkan dan berdoa pada Tuhan meminta maaf dan sekaligus berterima kasih karena saya telah diberi kemampuan dan kesempatan untuk berdamai dengan rasa kecewa saya. Saya elus2 perut ngajak baby ngomong, kalo saya meminta maaf dan sekarang sudah bisa menerima baby apa adanya. Mau boy/girl saya akan mencintai dia sepenuhnya yang tumbuh berkembang dan lahir dari rahim saya, unconditional love.
Sekarang saya sudah terbebas dari belenggu kekecewaan, bahkan saya bangga memiliki baby perempuan dan ia mirip saya, dengan sangat lantang dan bangga saya menjawab pertanyaan orang2 mengenai jenis kelamin baby saya.
Saya ngga hanya secara psikologis merasa bahagia tapi juga secara fisik, dulu sebelum mental block saya teratasi, asam lambung saya tinggi, makan 1 buah roti / 1 gelas susu bisa membuat saya kenyang 6-8 jam, padahal katanya ibu hamil cepat lapar kalau saya paksa makan saat masih kenyang saya akan mual, sering kembung, gerakan baby pun jarang bergerak dalam perut.
Tetapi sejak mental block saya teratasi, nafsu makan mulai meningkat, asam lambung berkurang, merasa lebih nyaman. Baby menjadi lebih aktif pagi siang malam.
Kelak ia akan menjadi kuat juga seperti emaknya, kami pasti jadi teamwork mom and daughter yang top dan kece.
maaf ya kalau kepanjangan bunda. Saya hanya ingin share saja. Dan apa yang saya alami ini hanya sebagian kecil dari mental block yang dialami bunda2 sekalian. Yang pasti mental block ini dikuasai oleh emosi negatif dan membuat kita tampak dari luar bahagia tapi dalam hati depresi. Jika ada bunda yang mengalami hal seperti ini, sebaiknya segera mencari tahu akar masalah dan berdamai dengannya.