Problema Anda ” Hukum
Khitan bagi Wanita “
(23982 Views) August 20,
2013 9:18 pm | Published by
Redaksi | No comment
Dijawab oleh al-Ustadz
Qomar Suaidi, Lc
Bagaimana hukum sunat
bagi perempuan menurut
hukum Islam?
Jazakumullah khair
sebelumnya atas
jawabannya. Heru R
heruxxxxxx@gmail.com
Bismillah.
Khitan bagi wanita juga
disyariatkan sebagaimana
halnya bagi pria. Memang,
masih sering muncul
kontroversi seputar khitan
bagi wanita, baik di dalam
maupun di luar negeri.
Perbedaan dan perdebatan
tersebut terjadi karena
berbagai alasan dan sudut
pandang yang berbeda. Yang
kontra bisa jadi karena
kurangnya informasi tentang
ajaran Islam, kesalahan
penggambaran tentang khitan
yang syar’I bagi wanita, dan
mungkin juga memang sudah
antipati terhadap Islam.
Lepas dari kontroversi
tersebut, selaku seorang
muslim, kita punya patokan
dalam menyikapi segala
perselisihan, yaitu
dikembalikan kepada
Allah Subhanahu wata’ala dan
Rasul-Nya.
ﻓَﺈِﻥ ﺗَﻨَﺎﺯَﻋْﺘُﻢْ ﻓِﻲ ﺷَﻲْﺀٍ
ﻓَﺮُﺩُّﻭﻩُ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺍﻟﺮَّﺳُﻮﻝِ
ﺇِﻥ ﻛُﻨﺘُﻢْ ﺗُﺆْﻣِﻨُﻮﻥَ ﺑِﺎﻟﻠَّﻪِ
ﻭَﺍﻟْﻴَﻮْﻡِ ﺍﻟْﺂﺧِﺮِ ۚ ﺫَٰﻟِﻚَ ﺧَﻴْﺮٌ
ﻭَﺃَﺣْﺴَﻦُ ﺗَﺄْﻭِﻳﻠًﺎ
“Kemudian jika kalian
berlainan pendapat tentang
sesuatu, kembalikanlah ia
kepada Allah (al-Qur’an) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada
Allah dan hari kemudian. Hal
itu lebih utama (bagimu) dan
lebih baik akibatnya.” (an-
Nisa’: 59)
Setelah kita kembalikan
kepada Allah Subhanahu
wata’ala dan Rasul-Nya, serta
telah jelas apa yang diajarkan
oleh Allah Subhanahu
wata’ala dan Rasul-Nya,
kewajiban kita adalah
menerima ajaran tersebut
sepenuhnya dan tunduk
sepenuhnya dengan senang
hati tanpa rasa berat.
Allah Subhanahu wata’ala
berfirman,
ﺇِﻧَّﻤَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﻗَﻮْﻝَ ﺍﻟْﻤُﺆْﻣِﻨِﻴﻦَ
ﺇِﺫَﺍ ﺩُﻋُﻮﺍ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﺭَﺳُﻮﻟِﻪِ
ﻟِﻴَﺤْﻜُﻢَ ﺑَﻴْﻨَﻬُﻢْ ﺃَﻥ ﻳَﻘُﻮﻟُﻮﺍ
ﺳَﻤِﻌْﻨَﺎ ﻭَﺃَﻃَﻌْﻨَﺎ ۚ ﻭَﺃُﻭﻟَٰﺌِﻚَ
ﻫُﻢُ ﺍﻟْﻤُﻔْﻠِﺤُﻮﻥَ
Sesungguhnya jawaban
orangorang mukmin, apabila
mereka dipanggil kepada Allah
dan Rasul-Nya agar Rasul
menghukumi (mengadili) di
antara mereka ialah ucapan,
“Kami mendengar dan kami
patuh.” Dan mereka itulah
orangorang yang beruntung.
(an-Nur: 51)
Tentang sunat bagi wanita,
tidak diperselisihkan tentang
disyariatkannya. Hanya saja
para ulama berbeda
pendapat, apakah hukumnya
hanya sunnah atau sampai
kepada derajat wajib.
Pendapat yang kuat (rajih)
adalah wajib dengan dasar
bahwa ini adalah ajaran para
nabi sebagaimana dalam
hadits,
ﺍﻟْﻔِﻄْﺮَﺓُ ﺧَﻤْﺲٌ -ﺃَﻭْ ﺧَﻤْﺲٌ
ﻣِﻦَ ﺍﻟْﻔِﻄْﺮَﺓِ ﺍﻟْﺨِﺘَﺎﻥُ، ﻭَﺍ
ﺳْﺎﻟِْﺘِﺤْﺪَﺍﺩُ، ﻭَﻧَﺘْﻒُ ﺍﻟْﺈِﺑْﻂِ،
ﻭَﺗَﻘْﻠِﻴﻢُ ﺍﻟْﺄَﻇْﻔَﺎﺭِ ﻭَﻗَﺺُّ
ﺍﻟﺸَّﺎﺭِﺏِ
“Fitrah ada lima—atau lima
hal termasuk fitrah—: khitan,
mencukur bulu kemaluan,
mencabut bulu ketiak,
menggunting kuku, dan
menggunting kumis.” (Sahih,
HR. al- Bukhari dan Muslim)
Fitrah dalam hadits ini
ditafsirkan oleh ulama
sebagai tuntunan para nabi,
tentu saja termasuk Nabi
Ibrahim ‘Alaihissalam, dan
kita diperintah untuk
mengikuti ajarannya.
Allah Subhanahu wata’ala
berfirman,
ﺛُﻢَّ ﺃَﻭْﺣَﻴْﻨَﺎ ﺇِﻟَﻴْﻚَ ﺃَﻥِ ﺍﺗَّﺒِﻊْ
ﻣِﻠَّﺔَ ﺇِﺑْﺮَﺍﻫِﻴﻢَ ﺣَﻨِﻴﻔًﺎ ۖ
Kemudian Kami wahyukan
kepadamu (Muhammad),
“Ikutilah agama Ibrahim,
seorang yang hanif.” (an-
Nahl: 123)
Alasan yang kedua, ini adalah
pembeda antara muslim dan
kafir (nonmuslim).
Pembahasan ini dapat dilihat
lebih luas dalam kitab
Tuhfatul Maudud karya Ibnul
Qayyim rahimahullah dan
Tamamul Minnah karya asy-
Syaikh al-Albani
rahimahullah.
Bagian Manakah yang
Dikhitan?
Ini adalah pembahasan yang
sangat penting karena hal
inilah yang menjadi sebab
banyaknya kontroversi. Dari
sinilah pihak-pihak yang
kontra memandang sinis
terhadap khitan untuk kaum
wanita. Perlu diingat, jangan
sampai kita membenci ajaran
agama Islam dan berburuk
sangka terhadapnya,
lebihlebih jika kita tidak tahu
secara benar tentang ajaran
Islam dalam hal tersebut,
termasuk masalah ini. Perlu
diketahui, khitan wanita
telah dikenal di berbagai
negeri di Afrika, Asia, dan
wilayah yang lain. Di Afrika
dikenal istilah khitan firauni
(khitan ala Fir’aun) yang
masih berlangsung sampai
sekarang. Karena sekarang
banyak pelakunya dari
muslimin, pihak-pihak
tertentu memahami bahwa
itulah ajaran Islam dalam hal
khitan wanita, padahal yang
melakukan khitan firauni
bukan hanya muslimah.
Khitan tersebut sangat sadis
dan sangat bertentangan
dengan ajaranajaran Islam.
Seperti apakah khitan firauni
tersebut? Ada beberapa
bentuk:
1 . Dipangkas kelentitnya
(clitoridectomy ).
2. Ada juga yang dipotong
sebagian bibir dalam
vaginanya.
3. Ada juga yang dijahit
sebagian lubang tempat
keluar haidnya.
Sebuah pertanyaan diajukan
kepada al-Lajnah ad-Daimah.
Kami wanita-wanita muslimah
dari Somalia. Kami tinggal di
Kanada dan sangat tertekan
dengan adat dan tradisi yang
diterapkan kepada kami, yaitu
khitan firauni, yang
pengkhitan memotong klitoris
seluruhnya, dengan sebagian
bibir dalam kemaluan dan
sebagian besar bibir luar
kemaluan. Itu bermakna
menghilangkan organ
keturunan yang tampak pada
wanita, yang berakibat
memperjelek vagina secara
total. Setelahnya lubang
dijahit total, yang diistilahkan
dengan ar-ratq, yang
mengakibatkan rasa sakit
yang luar biasa bagi wanita
saat malam pernikahan dan
saat melahirkan. Bahkan
karena hal itu, tidak jarang
sampai mereka memerlukan
operasi. Selain itu, hal ini
juga mengakibatkan
seksualitas yang dingin dan
menyebabkan berbagai macam
kasus medis, seorang wanita
kehilangan kehidupan,
kesehatan, atau
kemampuannya berketurunan.
Saya akan melampirkan
sebagian hasil studi secara
medis yang menerangkan hal
itu. Kami ingin mengetahui
hukum syar’i tentang
perbuatan ini. Sungguh, fatwa
Anda semua terkait dengan
masalah ini menjadi
keselamatan banyak wanita
muslimah di banyak negeri.
Semoga Allah Subhanahu
wata’ala memberikan taufik
kepada Anda semua dan
memberikan kebaikan. Semoga
Allah Subhanahu wata’ala
menjadikan Anda sekalian
simpanan kebaikan bagi
muslimin dan muslimat.
Jawab: Apabila kenyataannya
seperti yang disebutkan,
khitan model seperti yang
disebutkan dalam pertanyaan
tidak diperbolehkan karena
mengandung mudarat yang
sangat besar terhadap
seorang wanita. Padahal
Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda,
ﻻَ ﺿَﺮَﺭَ ﻭَ ﺿِﺮَﺍﺭَ
“Tidak boleh memberikan
mudarat. ”
Khitan yang disyariatkan
adalah dipotongnya sebagian
kulit yang berada di atas
tempat senggama. Itu pun
dipotong sedikit, tidak
seluruhnya. Hal ini
berdasarkan sabda
Nabi Shallallahu ‘alaihi
wasallam kepada pengkhitan,
“Apabila kamu mengkhitan,
potonglah sedikit saja dan
jangan kamu habiskan. Hal
itu lebih mencerahkan wajah
dan lebih menyenangkan
suami.” (HR. al-Hakim, ath-
Thabarani, dan selain
keduanya) Allah Subhanahu
wata’ala lah yang memberi
taufik. Semoga Allah l
memberikan shalawat dan
salam kepada Nabi kita
Muhammad, keluarganya,
dan para sahabatnya.
(Tertanda: Abdul Aziz bin
Abdullah bin Baz [Ketua],
Abdul Aziz Alu Syaikh [Wakil
Ketua], Abdullah Ghudayyan
[Anggota], Shalih al-Fauzan
[Anggota], dan Bakr Abu Zaid
[Anggota] fatwa no. 20118)
Dalam pandangan ulama
Islam dari berbagai mazhab,
yang dipotong ketika wanita
dikhitan adalah kulit yang
menutupi kelentit yang
berbentuk semacam huruf V
yang terbalik. Dalam bahasa
Arab bagian ini disebut
qulfah dan dalam bahasa
Inggris disebut prepuce.
Bagian ini berfungsi
menutupi klitoris atau
kelentit pada organ wanita,
fungsinya persis seperti
kulup pada organ pria yang
juga dipotong dalam khitan
pria. Khitan wanita dengan
cara semacam itu mungkin
bisa diterjemahkan dalam
bahasa Inggris dengan
prepucectomy. Berikut ini
kami nukilkan beberapa
penjelasan para ahli fikih.
• Ibnu ash-
Shabbagh rahimahullah
mengatakan, “Yang wajib
atas seorang pria adalah
dipotong kulit yang menutupi
kepala kemaluan sehingga
terbuka semua. Adapun
wanita, dia memiliki selaput
(kulit lembut yang menutupi
klitoris, -pen. ) semacam
jengger ayam yang terletak di
bagian teratas kemaluannya
dan berada di antara dua
bibir kemaluannya. Itu
dipotong dan pokoknya
(klitorisnya) yang seperti biji
kurma ditinggal (tidak
dipotong).”
• Al-Mawardi rahimahullah
berkata, “Khitan wanita
adalah dengan memotong
kulit lembut pada vagina
yang berada di atas tempat
masuknya penis dan di atas
tempat keluarnya air kencing,
yang menutupi (kelentit)
yang seperti biji kurma. Yang
dipotong adalah kulit tipis
yang menutupinya, bukan
bijinya.”
• Dalam kitab Hasyiyah ar-
Raudhul Murbi’ disebutkan,
“Di atas tempat keluarnya
kencing ada kulit yang
lembut semacam pucuk daun,
berada di antara dua bibir
kemaluan, dan dua bibir
tersebut meliputi seluruh
kemaluan. Kulit tipis
tersebut dipotong saat
khitan. Itulah khitan
wanita.”
• Al-‘Iraqi rahimahullah
mengatakan, “Khitan adalah
dipotongnya kulup yang
menutupi kepala penis
seorang pria. Pada wanita,
yang dipotong adalah kulit
tipis di bagian atas vagina.”
Dari kutipan-kutipan di atas,
jelaslah kiranya seperti apa
khitan yang syar’I bagi
wanita.
Namun, ada pendapat lain
dari kalangan ulama masa
kini, di antaranya asy-Syaikh
al-Albani, yaitu yang dipotong
adalah klitoris itu sendiri,
bukan kulit lembut yang
menutupinya, kulup, atau
prepuce. Sebelum ini, penulis
pun cenderung kepada
pendapat ini. Tetapi,
tampaknya pendapat ini
lemah, dengan
membandingkan dengan
ucapan-ucapan ulama di atas.
Namun, pemilik pendapat ini
pun tidak mengharuskan
semua wanita dikhitan,
karena tidak setiap wanita
tumbuh klitorisnya. Beliau
hanya mewajibkan khitan
yang demikian pada wanita-
wanita yang kelentitnya
tumbuh memanjang. Ini
biasa terjadi di daerahdaerah
yang bersuhu sangat panas,
semacam Sa’id Mesir (Epper
Egypt), Sudan, dan lain-lain.
Banyak wanita di daerah
tersebut memiliki kelentit
yang tumbuh, bahkan
sebagian mereka tumbuhnya
pesat hingga sulit melakukan
‘hubungan’. (Rawai’uth Thib
al-Islami , 1/109, program
Syamilah)
Berdasarkan keterangan di
atas, jelaslah khitan yang
tidak syar’i, yaitu khitan
firauni, khitan menurut
pendapat yang lemah, dan
khitan syar’i sebagaimana
penjelasan ulama di atas.
Oleh karena itu, tiada celah
bagi siapa pun untuk
mengingkari khitan yang
syar’i, karena khitan yang
syar’I bagi wanita sejatinya
sama dengan khitan bagi
pria. Tidak ada kerugian
sama sekali bagi yang
bersangkutan. Bahkan,
wanita ter