Ia tak secantik dan seanggun kaum
bendoro putri
Tak pula segesit dan sepintar perempuan
modern masa kini
Kulitnyapun tak sehalus bintang iklan
yang berseri Cara bertuturnya tak sepiawai petinggi-
petinggi negeri ini
Tapi bagiku..
Ia perempuan paling hebat dalam
hidupku
Perempuan paling sabar sekaligus paling kuat di mataku
Belaian tangannya selalu berhasil
meredam gundahku
Tuturnya yang sederhana
membangkitkan semangatku Bertahun lalu
Aku menyangka ia tak sayang karena
sering marah-marah padaku
Aku mengira ia tak sayang karena tak
selalu menuruti permintaanku
Aku menduga ia tak peduli karena membebaskan beberapa pilihan dalam
hidupku
Aku merasa ia tak cinta karena tak
pernah mengucapkannya
Tapi ternyata..
`Marah'nya Ibuku adalah pagar yang membatasiku dengan mala dan petaka
`Pelit'nya Ibuku adalah pelajaran untuk
menghargai segala sesuatu
Ke'tidakpeduli'annya adalah sikap
demokratis untuk mengajariku
bertanggung jawab Tatapan kasihnya ternyata lebih
bermakna cinta daripada sekedar kata Ketika senang, kita berpesta
merayakannya bersama teman
Namun ketika sedih, ternyata masih pula
kita mencari pelukan Ibu..
Ibu jadi seperti betadine saja, diperlukan
ketika kita terluka Dulu kupikir..
Ketika aku jauh, tentulah Ibuku senang
terbebas dari segala
kenakalanku Betapa picik pikiranku, karena ternyata
seorang Ibu tak bisa berhenti
memikirkan anak-anaknya meskipun kita
sudah beranjak dewasa,
bahkan mungkin hingga menua Mungkin ketika kita terlelap, masih ada
mata keriput Ibu menitikkan
air mata dan berdoa memohon
kesehatan anak-anaknya
Ketika kita disibukkan bekerja untuk
memenuhi tuntutan hidup, doa perempuan yang kita sebut Ibu mungkin
selalu menjaga kita dari goda
Kasih yang abadi, cinta yang tak
bersyarat sama sekali.
Wanita itu.......... kuberi gelar IBU.