Dampak Sistem Pembayaran Kapitasi pada SDM Puskesmas Dalam Era JKN
Oleh: Hotma Dumaris
Program Jaminan Kesehatan Nasional bertujuan melaksanakan penjaminan pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat dengan menggunakan prinsip asuransi kesehatan sosial dimana pada saat ini, premi untuk masyarakat miskin dan tidak mampu dibayar oleh pemerintah yang disebut dengan Penerima Bayaran Iuran (PBI) sedangkan masyarakat mampu membayar sendiri iuannya melalui Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS). Masyarakat yang menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan di PPK Tk 1 ( Puskesmas) tidak perlu membayar lagi karena pembayaran akan dilakukan oleh BPJS dengan metode pembayaran kapitasi, dimana sebelumnya metode pembayaran menggunakan sistem kleim terhadap pelayanan yang telah diberikan.
SDM Puskesmas sepertinya masih banyak yang belum memahami dengan jelas sistem (metode) pembayaran kapitasi ini. Banyak SDM yang menganggap bahwa banyaknya kapitasi memberatkan atau menambah beban kinerja mereka sehingga sering sekali pada saat masyarakat ingin mengambil formulir isian dari puskesmas yang digunakan untuk mendaftar menjadi anggota PBI pada BPJS dipersulit pengurusannya. Tidak jarang timbul anggapan bahwa masyarakat yang datang berobat tidak perlu dilayani dengan baik karena mereka tidak membayar alias gratis. Bahkan kadangkala keluar ungkapan : “Sudah gratis minta puas “ dari SDM pemberi pelayanan kesehatan. Pemikiran yang salah dari SDM ini tentu saja berpengaruh buruk terhadap mutu pelayanan kesehatan.
Dari sisi penerima pelayanan, sering sekali keluar keluhan tentang mutu pelayanan yang buruk, seperti pasien dilayani sekedarnya saja, pelayanan setengah hati, senyum dan keramahan menjadi barang langka, tidak ada kepedulian, dan lain sebagainya. Seakan-akan Sistem Kesehatan Nasional, yang telah dirancang sedemikian rupa oleh petinggi –petinggi penentu kebijakan nasional, semuanya hanya menimbulkan masalah. Masing-masing pihak merasa berada diposisi yang dirugikan.
Sosialisasi sistem pembayaran kapitasi ini sangat penting untuk dilakukan oleh Pimpinan Puskesmas kepada seluruh SDM agar SDM memiliki pemahaman yang benar. Dengan adanya pemahaman yang benar, diharapkam SDM dapat merubah perilakunya untuk lebih baik sehingga dapat memberikan pelayanan yang bermutu dan dapat memberikan kepuasan kepada pasien.
Pada sistem pembayaran kapitasi, BPJS sebagai pihak penjamin pembayanan atas pelayanan kesehatan, melakukan pembayaran dengan harga (price) yang sama untuk tiap orang, dengan paket pelayanan yang sama dalam satu periode (satu ) bulan yang disingkat dengan 4P ( 1 Person, 1 Price, 1 Paket, 1 Periode), sebelum pelayanan diberikan. Sebagai contoh, bila salah satu puskesmas di DKI Jakarta ditetapkan mempunyai kapitasi sebesar 100 ribu orang dengan harga Rp. 6000/ orang, maka setiap bulan puskesmas tersebut akan menerima 600 juta setiap bulan, selama 1 tahun sebesar 7,2 miliar. Jumlah yang sangat fantastis bukan?? Bila jumlah kapitasi ini ditambah maka secara otomatis, penghasilan Puskesmas akan semakin besar. Mengingat selama ini Puskesmas tersebut paling hanya menghasilkan pendapatan sebesar 1,2` miliar setahunnya. Adapun jumlah pasien yang berobat ke Puskesmas Kecamatan dan seluruh Puskesmas Kelurahan selama satu bulan berkisar 8 ribu sd 10 ribu pasien (10% dari jumlah kapitasi). Pada sistem pembayaran kapitasi justru jumlah kapitasi yang besarlah yang menjadi harapan provider pemberi pelayanan kesehatan.Semakin besar jumlah kapitasi maka akan semakin besar pendapatan puskesmas. Bisa dibayangkan apabila jumlah kapitasi sebesar ini diberikan kepada PPK tingkat 1 pihak swasta (klinik ) maka akan banyak klinik swasta yang akan mendaftar untuk menangkap peluang ini.
Apalagi setelah keluar Peraturan Pemerintah No 32 tahun 2014 tentang Penggelolaandan Pemanfaatan Dana Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional pada Fasilitas Kesehatan Tingkat I Milik Pemerintah Daerah, dimana pada pasal 12 ayat 4 tertulis Jasa pelayanan kesehatan di FKTP ditetapkan sekurang-kurangnya 60% dari total penerimaan dana kapitasi JKN dan sisanya dimanfaatkan untuk dukungan biaya operasional pelayanan kesehatan. Artinya jasa pelayanan kemungkinan masih bisa dinaikkan lebih dari 60 % bila dana operasional bisa dihemat. Dari perhitungan di atas, bila setiap bulan dana kapitasi yang masuk sebesar 600 juta maka jasa pelayanan yang dibagi kepada pegawai sebesar 360 juta. Sebagai contoh bila jumlah karyawan 150 orang maka bila dibagi rata tiap orang bisa menerima 2,4 juta. Jadi terbukti bahwa sistem kapitasi yang ditetapkan dalam era JKN ini tidaklah merugikan SDM malah menguntungkan, dimana terjadi peningkatan jasa pelayanan yang besar
Disamping itu, pola pikir SDM bahwa pasien tidak membayar alias gratis harus diluruskan karena sebenarnya tidak ada yang gratis. Memang pasien tidak langsung mengeluarkan biaya atas pelayana yang diterimanya tetapi ada pihak pembayar yang melakukan pembayaran dalam hal ini BPJS.
Diharapkan dengan terbukanya pola pikir SDM tersebut, maka pelayanan dapat lebih ditingkatkan lagi. Senyuman dan keramahan saat melayani pasien diharapkan dapat mengurangi keluhan atas penyakit yang dirasakan oleh pasien ditambah kepedulian, ketelitian, ketanggapan, dan empati dari SDM pemberi pelayanan kesehatan diharapkan dapat memberikan kesembuhan pada pasien sehingga dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang merupakan tujuan Sistem Kesehatan Nasiona kita. Pengertian SDM yang benar terhadap sistem pembayaran kapitasi ini diharapkan menimbulkan pemikiran yang positif bagi SDM yang akan memberikan pelayanan yang bermutu.
Pemikiran yang negatif dari SDM pemberi pelayanan kesehatan kemungkinan bisa saja timbul dimana untuk meningkatkan keuntungan ( meningkatkan persentase jasa pelayanan dengan menekan biaya operasional ) maka dipaksakan melakukan penghematan biaya operasional terhadap obat dan Bahan Habis Pakai secara tidak benar dan tidak bermartabat yang dapat menurunkan mutu pelayanan dan merugikan pasien. Hal ini selayaknya jangan pernah terjadi karena proporsi yang telah ditetapkan oleh pengambil kebijakan tentunya sudah melalui pemikiran dan penghitungan yang panjang dengan banyak pertimbangan.
Upaya yang positif dapat dilakukan untuk meningkatkan persentase jasa pelayanan dengan cara membangun kesehatan masyarakat dengan cara promotif dan preventif sehingga derajat kesehatan masyarakat meningkat yang berdampak pada turunnya jumlah masyarakat yang sakit yang memerlukan upaya kuratif. Bila hal ini tercapai maka pemberi pelayanan kesehatan dan masyarakat pengguna jasa pelayanan kesehatan sama-sama diuntungkan.
Metode pembayaran kapitasi kepada puskesmas ini, hendaknya mampu mendorong ke arah kendali biaya, jaminan mutu dan efisiensi internal. Upaya pelayanan kesehatan untuk melakukan kendali biaya sekaligus kendali mutu adalah dengan menerapkan suatu standarisasi pelayanan. Selain itu, untuk melindungi pengguna jasa pelayanan kesehatan perlu diterapkan suatu kontrol bagi pemberi jasa pelayanan.
Akhir kata, berpikir positif dan bertindak positif sangat diperlukan. Rezeki yang datang pada saat ini (jasa pelayanan yang meningkat ) hendaknya disyukuri dengan mewujudkan pelayanan yang bermutu karena ada wacana jumlah kapitasi yang besar ini akan dialihkan kepada fasilitas pelayanan kesehatan swasta.