Selama hamil sampai melahirkan saya tidak di Indonesia, jauh dari teman dan keluarga. Sedih juga rasanya (apalagi ngidam makanan Indonesia tapi engga ada). Alhamdulillah baca-baca forum ini rasanya jadi engga sendirian (walaupun saya cuma silent reader) dan banyak dapat ilmu. Semoga Bunda-bunda yang menulis info yang bermanfaat di forum ini mendapat pahala yang berlipat ganda. Amiin.
Saya share pengalaman melahirkan tanggal 12 Maret kemarin yaa.
Hari perkiraan lahir (
HPL) bayi saya tanggal 15 Maret 2015. Untuk merangsang bayi agar cepat lahir, saya banyak berjalan-jalan sekalian menemani ibu saya yang datang 2 minggu untuk lihat saya lahiran.
Tanggal 11 malam setelah buang air kecil, saya melihat bercak bewarna merah muda di tisu, saya masih bingung, apakah ini salah lihat atau benar sudah tanda akan melahirkan. Saya masih santai saja, karena perut masih belum terasa mulas-mulas.
Tapi setiap ke kamar mandi, lendir bewarna merahnya semakin jelas, tadinya bewarna merah muda, lama-lama menjadi merah lebih jelas. Saya tanya ibuku katanya itu termasuk tanda-tanda akan melahirkan. Saya juga tanya dengan teman Indonesia yang tinggal di kota yang sama, dia bilang sebentar lagi akan terasa kontraksi.
Saya masih santai saja dan tidur seperti biasa malamnya.
Tapi beberapa lama setelah tidur saya mulai merasa perutku mulas, tapi masih bisa ditahan, dan saya juga tidak bangun dari tidur karena masih ngantuk sekali. Rasa mulas itu semakin lama semakin terasa sampai akhirnya jam 12 malam saya terbangun dari tidur. Setiap terasa mulas, saya mencatat waktunya, lalu kembali tidur. Masih 15 menit sekali. Begitu terus dan kami memutuskan untuk ke rumah sakit jam 7 pagi, saat itu kontraksi sudah terasa setiap 10 menit sekali.
Sebelum berangkat saya mandi dan bersiap-siap, tidak lupa makan untuk mengisi tenaga. Di dalam taksi menuju ke rumah sakit, saya makan es krim.
Sampai di rumah sakit niatnya registrasi dulu, cek bukaan, dan nongkrong di cafe sambil menunggu bukaan lebih banyak. Tapi begitu cek sudah bukaan 2, suster langsung menyuruh untuk bersiap masuk ke ruangan bersalin. Isinya ada tempat tidur yang bisa diatur, lemari baju, dan kamar mandi dengan shower.
Saya disuruh ganti baju rumah sakit dan menunggu pembukaan lebih banyak sambil duduk-duduk di bola senam. Setelah menunggu beberapa lama, suster mengecek pembukaan lagi. Sayangnya pembukannya masih sama, pembukaan 2. Suster lalu membawakan air hangat yang tergantung seperti infus, lalu menyemprotkannya ke dalam (maaf) pantat, tujuannya memancing kotoran dalam perut untuk keluar sehingga ruang di dalam perut lebih luas, pembukaan lebih cepat, dan bayi lebih mudah keluar. Setelah buang air besar, saya disuruh mandi dengan air hangat. Rasanya segar sekali, badan menjadi jauh lebih rileks.
Setelah itu saya dicek lagi, pembukaan menjadi bukaan 5. Saat itu kontraksi sudah mulai sering, mungkin sekitar 3 menit sekali. Suster memasang alat di perut saya untuk mendeteksi detak jantung bayi.
Saya disuruh menunggu lagi dan setelah beberapa lama suster kembali mengecek pembukaan, tapi masih tetap sama. Suster bertanya apakah saya ingin ketuban dipecahkan agar proses menjadi lebih cepat, saya mengiyakan. Mereka menggunting lapisan penutup air ketuban, tapi tidak terasa sakit. Setelah itu saya disuruh mandi air hangat lagi. Kalau mandi air hangat rasanya nyaman sekali, rasanya malas sekali kembali ke tempat tidur untuk melahirkan. Saya membayangkan mungkin enak sekali rasanya melahirkan dalam air hangat (water birth) dengan badan yang lebih santai.
Suster bertanya apakah saya mulai terasa ada tekanan dari perut seperti perasaan ingin buang air besar, saya bilang tidak. Tapi saat itu kontraksi rasanya sudah jauh lebih sering, kurang dari 1 menit sekali. Suster bertanya lagi apakah saya ingin memakai epidural, saya melirik ibu saya, katanya beliau dulu tidak pakai, jadi saya bilang saja saya tidak perlu sambil meyakinkan diri dalam hati saya bisa melalui rasa sakit yang rasanya semakin menjadi-jadi ini.
Kontraksi semakin sering, mungkin 20 detik sekali. Rasanya sakit sekali, saya mulai tidak bisa berpikir. Teori yang yang sudah saya baca dan diajarkan oleh bude saya pun mulai sulit untuk dilakukan. Harusnya tetap tenang dan diam, saya tidak tahan untuk tidak mengerang-erang.
Suster terus berusaha menyemangati saya dan mengingatkan untuk menarik napas panjang dan berusaha menggembungkan perut agar bayi tetap mendapat oksigen.
Suster mengecek pembukaan lagi, katanya masih belum sempurna dan menyarankan untuk memakai epidural, selain untuk mengurangi rasa sakit, juga agar otot menjadi lebih lemas sehingga pembukaan cepat sempurna. Saya setuju saja, saat itu benar-benar sudah tidak bisa berpikir.
Datanglah dokter spesialis anastesi, menyuruh saya untuk tidur meringkuk lalu menyuntikkan epidural ke sela tulang punggung saya. Setelah beberapa lama rasa sakit bertambah disertai rasa ingin mengejan, tapi saya tahan, saya menunggu aba-aba dari suster.
Suster mengecek pembukaan. Setelah dicek sempurna, saya diijikan untuk mengejan. Suster menyuruh saya mengejan ketika kontraksi terasa dengan cara menarik napas dalam-dalam dengan mulut terbuka, lalu menutup mulut rapat-rapat dan mendorong kuat-kuat. Suster juga melakukan episotomi sambil terus mengontrol detak jantung bayi dengan alat yang ditempel ke perut saya. Benar seperti yang bude saya pernah bilang, episiotomi tidak terasa sakit lagi karena dorongan bayi membuat otot menjadi mati rasa seperti efek bius lokal. Setelah beberapa kali mengejan akhirnya jam 15:40 terdengar suara tangisan buah hati kami. Alhamdulillah.
Saya menginap di rumah sakit selama 4 hari. ASI keluar sejak hari ke 3. Sempat khawatir sih, untungnya rumah sakitnya pro ASI dan room-in (bayi dirawat oleh ibu dari hari pertama), jadi waktu ASI belum keluar suster tetap menyemangati saya, menyuruh saya minum banyak air, tetap menyusui (supaya refleks hisap bayi terlatih), dan tidak memberikan
sufor.
Cerita lebih lengkapnya di sini (iyagihaja).
Semoga Bunda-bunda disini yang sedang hamil selalu sehat dan yang sedang H2C segera mendapat tiket H. Amiiin.