Dalam menjalani hidup, kita sering membutuhkan konsentrasi atau pemusatan perhatian dan pikiran pada suatu hal. Misalnya saat mengendarai motor, membaca, makan bahkan termasuk menonton TV atau main game. Terkadang kita dapat kehilangan konsentrasi sehingga membahayakan diri sendiri atau orang lain.
Bagi calon penulis, kehilangan konsentrasi tentu sangat mengganggu produktivitas hasil karya. Baru saja menulis satu paragraf, kegiatan menulis terganggu karena mendengar musik atau keramaian yang ada. Termasuk saat membaca buku-buku refrensi untuk sumber menulis.
Kemampuan konsentrasi tumbuh dan berkembang sesuai dengan pendidikan orang tua serta sikon di mana kita tinggal. Selama ini banyak orang tua sering mengabaikan bagaimana mengajarkan konsentrasi yang baik pada anak. Kita membiasakan anak belajar konsentrasi secara 'liar'. Dua contoh yang biasa kita lakukan beserta akibatnya.
1. Membiarkan anak bermain game atau menonton TV selama berjam-jam dalam sehari.
Saat anak menonton TV apalagi bermain game entah lewat tablet, pc atau gadget lainnya, maka hampir semua indra anak digunakan. Minimal ada tiga, yaitu mata, telinga dan kulit (lewat jari-jari tangan).
Ah cuma tiga, weits... jangan salah. Tayangan TV atau game 'memaksa' indra mata dan telinga bekerja lebih karena gemerlap cahaya atau perpaduan suara beraneka ragam. Berbeda saat anak hanya mendengarkan dongeng dari orang tua atau membaca buku, medianya tidak sekompleks TV atau game.
Saat anak terbiasa 'dipaksa' menggunakan banyak indra untuk berkonsentrasi, maka mereka akan sangat lambat merespons sumber lain yang hanya membutuhkan satu atau dua indra saja.
Misalnya seorang anak sudah 'akut' akan tayangan TV, jangan heran jika kita memanggil meskipun berteriak respons anak sangat lambat. Ketika anak diminta membaca juga sangat susah berkonsentrasi sehingga 'ogah' melakukan kegiatan tersebut.
2. Menyuapi makan anak-anak sambil bermain atau menonton TV.
Makan juga membutuhkan konsentrasi agar kita dapat menikmati rasa hidangan yang tersedia. Sayang, karena seorang anak dibiasakan makan sambil menonton TV atau kegiatan yang lain maka anak-anak cenderung tidak peduli dengan rasa dalam makanan.
Berbeda dengan contoh nomor satu, penekanan contoh nomor dua ini pada terpecahnya fokus anak sehingga kehilangan konsentrasi. Anak terbiasa tidak fokus pada satu hal karena banyak kegiatan yang dilakukan. Hal ini sangat tidak mendukung saat anak belajar membaca misalnya, ketika ada hal menarik lain dia akan terganggu.
Tips melatih konsentrasi pada anak.
1. Biasakan melakukan satu hal saja. Misalnya jika bermain ayunan, yah sudah kita dampingi menikmati mainan tersebut. Jika makan, biasakan matikan TV atau jangan sambil bermain. Nikmati hidangan bersama-sama, sehingga anak fokus pada makanan.
2. Hindarkan anak dari 'pemaksaan' konsentrasi dengan banyak indra. Anak yang terbiasa fokus pada salah satu indra, misalnya pada mata saja atau telinga, akan mudah menerapkan fokus dengan banyak indra, tetapi tidak sebaliknya. Kita dapat mendongeng, membacakan buku cerita atau bermain bersama. Bukan berarti kita melarang anak mengenal game dan tayangan TV, hanya membatasi agar konsentrasi mereka tidak 'terampas' secara paksa. Jika anak sudah bisa membaca, mintalah memahami sebuah artikel pendek kemudian kita dengarkan ulasan dia setelah selesai membaca.
3. Buatlah banyak kegiatan yang menarik anak secara bergantian agar mereka tidak bosan. Kenapa game dan tayangan TV begitu menarik minat anak, karena banyak hal silih berganti membuat mereka begitu berminat mengikutinya. Nah kita contoh saja cara itu tetapi dengan kreativitas kita sendiri.
Selamatkan konsentrasi anak kita, agar kelak ketika sudah dewasa, mereka dengan mudah fokus dalam beribadah, belajar atau hal bermanfaat lainnya.