Induksi persalinan adalah merupakan salah
satu upaya untuk mulainya proses kelahiran
(dari tidak ada tanda-tanda persalinan,
kemudian distimulasi menjadi ada). Cara ini
biasa dilakukan para dokter/bidan sebagai
upaya medis untuk mempermudah keluarnya
bayi dari rahim secara normal.
Induksi persalinan ini dilakukan oleh
beberapa faktor. Salah satunya ketika
kehamilan memasuki tanggal yang telah di
perkirakan untuk lahir, bahkan bisa lebih dari
waktu 9 bulan atau kehamilan yang lewat
dari waktunya. Di mana masa kehamilan
melebihi waktu 42 minggu, namun masih
belum terjadi persalinan.
Masalah yang dihasilkan jika masa
kehamilan melewati waktu ialah plasenta
tidak dapat memberikan nutrisi juga
pertukaran CO2/O2 yang kemudian sang bayi
mempunyai resiko kematian di dalam rahim.
Ada beberapa macam jenis induksi yang
sering dilakukan oleh para medis
seperti :
1. Infus Oksitosin
Hormon yang dihasilkan oleh infus Oksitosin
dapat mengakibatkan kontraksi pada otot
polos uterus yang dapat digunakan pada
dosis farmakologik yang dapat menginduksi
proses persalinan. Sebelum sang bayi terlahir
dalam proses persalinan yang muncul secara
spontan, namun ternyata rahim juga sangat
peka oleh oksitosin.
Pada saat proses persalinan itu di mulai,
serviks dapat berdilatasi yang kemudian
dapat memulai refleks neural yang dapat
menstimulasi lepasnya oksitosin dan juga
kontraksi uterus pada selanjutnya. Agar
dapat menghasilkan efek yang terdapat pada
uterus, dibutuhkan dosis yang cukup kuat.
Dosisnya ada pada 4 hingga 16 mili setiap
menitnya. Namun dosis bagi setiap orangnya
berbeda-beda, biasanya dosis dimulai dari
yang paling rendah dengan melihat kontraksi
uterus serta kemajuan proses persalinan.
2. Prostaglandin
Pemberian jenis prostagladin ini bisa
merangsang otot polos juga termasuk otot-
otot pada rahim. Penggunaan prostaglandin
ini sebagai induksi pada persalinan yang
terdapat dalam jenis infus intravena atau
nalador dan juga pervaginam. Pada saat
kehamilan aterm, induksi pada persalinan
menggunakan prostagladin ini cukup efektif
dalam mempersingkat proses persalinan,
dan juga menurunkan resiko melahirkan
caesar.
3. Cairan hipertonik intra uteri
Pemberian berupa cairan hipertonik intra
uteri biasanya digunakan untuk merangsang
terjadinya kontraksi pada rahim saat
kehamilan dengan janin yang mati. Cairan
hipertonik yang digunakan ini bisa berupa
cairan garam hipertonik 20, atau urea.
Namun terkadang pemakaian urea ini di
campur menggunakan prostaglandin yang
dapat memperkuat rangsangan terhadap otot
rahim. Namun, dengan cara seperti ini bisa
menimbulkan beberapa penyakit yang
berbahaya. Seperti hipernatremia, gangguan
pembekuan darah dan juga infeksi.
4. Amniotomi artifisialisis
Cara ini dilakukan dengan cara memecahkan
ketuban, baik pada bagian bawah di depan
atau fore water maupun bagian belakang
atau hind water dengan menggunakan alat
khusus ialah drewsmith catheter juga
omnihook yang biasanya dikombinasi
dengan memberikan oksitosin.
5. Menggunakan Foley Catheter
Dengan menggunakan foley catheter ini
biasanya agar mematangkan serviks serta
induksi persalinan. Kontraindikasi ini terjadi
terdapat riwayat pendarahan, petumbuhan
janin yang terhambat serta ketuban pecah.
6. Rangsangan pada putting susu
Rangsangan ini bisa berpengaruh pada
hipofisus posterior yang dapat mengeluarkan
oksitosis, yang dapat mengakibatkan
kontraksi pada rahim. Rangsangan yang bisa
dilakukan ialah melakukan pijatan yang
ringan menggunakan ibu jari pada area
aroela. Agar menghindari terjadinya lecet
dapat menggunakan baby oil ataupun
minyak zaitun.
Lakukan pijatan ringan seperti ini selama
setengah jam sampai satu jam. Lakukan
pijatan ini maksimal 3 kali dalam sehari.
Tidak disarankan melakukan pijatan di
kedua payudara dalam waktu yang
bersamaan, sebab di khawatirkan hal ini
dapat merangsang secara berlebihan.