bkn maksud menggurui ya bun,,
ini dikutip dari bbrp sumber. Panjang sih, tp aku ambil kesimpulannya aja
Kesimpulan Pembahasan:
1. Tidak boleh nikah dengan perempuan yang berzina kecuali dengan dua syarat yaitu, bila perempuan tersebut telah bertaubat dari perbuatan nistanya dan telah lepas
‘iddah-nya.
2. Ketentuan perempuan yang berzina dianggap lepas
‘iddah adalah sebagai berikut:
• Kalau ia hamil, maka ‘
iddahnya adalah sampai melahirkan.
• Kalau ia belum hamil, maka
‘iddahnya adalah sampai ia telah haid satu kali semenjak melakukan perzinahan tersebut.
Wallahu Ta’ala A’lam.
Lihat pembahasan di atas dalam:
Al-Mughny 9/561-565, 11/196-197,
Al-Ifshoh 8/81-84,
Al-Inshof 8/132-133,
Takmilah Al-Majmu’ 17/348-349,
Raudhah Ath-Tholibin 8/375,
Bidayatul Mujtahid 2/40,
Al-Fatawa 32/109-134,
Zadul Ma’ad 5/104-105, 154-155,
Adwa` Al-Bayan 6/71-84 dan
Jami’ Lil Ikhtiyarat Al-Fiqhiyah Lisyaikhil Islam Ibnu Taimiyah 2/582-585, 847-850.
2. Telah jelas dari jawaban di atas bahwa perempuan yang hamil, baik hamil karena pernikahan sah, syubhat atau karena zina, ‘iddahnya adalah sampai melahirkan. Dan para ‘ulama sepakat bahwa
akad nikah pada masa ‘iddah adalah akad yang batil lagi tidak sah. Dan
kalau keduanya tetap melakukan akad nikah dan melakukan hubungan suami-istri setelah keduanya tahu haramnya melakukan akad pada masa ‘iddah maka keduanya dianggap pezina dan keduanya harus diberi
hadd (hukuman) sebagai pezina kalau negara mereka menerapkan hukum Islam, demikian keterangan Imam Ibnu Qudamah dalam
Al-Mughny 11/242.
Kalau ada yang bertanya: “Setelah keduanya berpisah, apakah boleh keduanya kembali setelah lepas masa
‘iddah?”
Jawabannya adalah ada perbedaan pendapat di kalangan para ‘ulama.
Jumhur (kebanyakan) ‘ulama berpendapat: “Perempuan tersebut tidak di
haramkan baginya bahkan boleh ia meminangnya setelah lepas
‘iddah-nya.”
Dan mereka diselisihi oleh Imam Malik, beliau berpendapat bahwa perempuan telah menjadi
haram baginya untuk selama-lamanya. Dan beliau berdalilkan dengan atsar ‘Umar bin Khaththab
radhiyallahu ‘anhu yang menunjukkan hal tersebut. Dan pendapat Imam Malik ini juga merupakan pendapat dulu dari Imam Syafi’iy tapi belakangan beliau berpendapat bolehnya menikah kembali setelah dipisahkan. Dan pendapat yang terakhir ini zhohir yang dikuatkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsir-nya dan beliau melemahkan atsar ‘Umar yang menjadi dalil bagi Imam Malik bahkan Ibnu Katsir juga membawakan atsar yang serupa dari ‘Umar bin Khaththab
radhiyallahu ‘anhu yang menunjukkan bolehnya. Maka sebagai kesimpulan pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah boleh keduanya menikah kembali setelah lepas
‘iddah.
Wal ‘Ilmu ‘Indallah.
Lihat:
Tafsir Ibnu Katsir 1/355 (Darul Fikr).
3. Laki-laki dan perempuan hamil yang melakukan pernikahan dalam keadaan keduanya tahu tentang haramnya menikahi perempuan hamil kemudian mereka berdua tetap melakukan
jima’ maka keduanya dianggap berzina dan wajib atas hukum
hadd kalau mereka berdua berada di negara yang diterapkan di dalamnya hukum Islam
dan juga tidak ada mahar bagi perempuan tersebut.
Adapun kalau keduanya tidak tahu tantang
haramnya menikahi perempuan hamil maka ini dianggap nikah
syubhat dan harus dipisahkan antara keduanya karena tidak sahnya nikah yang seperti ini sebagaimana yang telah diterangkan.
Adapun
mahar, si
perempuan hamil ini
berhak mendapatkan maharnya kalau memang belum ia ambil atau belum dilunasi.
Hal ini berdasarkan hadits ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anha, Rasulullah
shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ نَكَحَتْ بِغَيْرِ إِذْنِ وَلِيِّهَا فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَنِكَاحُهَا بَاطِلٌ فَإِنْ دَخَلَ بِهَا فَلَهَا الْمَهْرُ بِمَا اسْتُحِلَّ مِنْ فَرْجِهَا فَإِنْ اشْتَجَرُوْا فَالسُّلْطَانُ وَلِيُّ مَنْ لاَ وَلِيَّ لَهَا
“Perempuan mana saja yang nikah tanpa izin walinya, maka nikahnya batil, nikahnya batil, nikahnya batil, dan apabila ia telah masuk padanya (perempuan) maka baginya mahar dari dihalalkannya kemaluannya, dan apabila mereka berselisih maka penguasa adalah wali bagi yang tidak mempunyai wali.” (HR. Syafi’iy sebagaimana dalam
Munadnya 1/220,275, dan dalam
Al-Umm 5/13,166, 7/171,222, ‘Abdurrazzaq dalam
Mushonnafnya 6/195, Ibnu Wahb sebagaimana dalam
Al-Mudawwah Al-Kubra 4/166, Ahmad 6/47,66,165, Ishaq bin Rahawaih dalam
Musnadnya 2/no. 698, Ibnu Abi Syaibah 3/454, 7/284, Al-Humaidy dalam
Musnadnya 1/112, Ath-Thoyalisy dalam
Musnadnya no. 1463, Abu Daud no. 2083, At-Tirmidzi no. 1102, Ibnu Majah no. 1879, Ibnu Jarud dalam
Al-Muntaqo no. 700, Sa’id bin Manshur dalam
Sunannya 1/175, Ad-Darimy 2/185, Ath-Thohawy dalam
Syarah Ma’any Al-Atsar 3/7, Abu Ya’la dalam
Musnadnya no. 4682,4750,4837, Ibnu Hibban sebagaimana dalam
Al-Ihsan no. 4074, Al-Hakim 2/182-183, Ad-Daruquthny 3/221, Al-Baihaqy 7/105,124,138, 10/148, Abu Nu’aim dalam
Al-Hilyah 6/88, As-Sahmy dalam
Tarikh Al-Jurjan hal. 315, Ibnul Jauzy dalam
At-Tahqiq no. 1654 dan Ibnu ‘Abbil Barr dalam
At-Tamhid 19/85-87 dan di
shohihkan oleh Al-Albany dalam
Al-Irwa` no.1840)
Nikah tanpa wali hukumnya adalah batil tidak sah sebagaimana nikah di masa
‘iddah hukumnya batil tidak sah. Karena itu kandungan hukum dalam hadits mencakup semuanya.
Demikian rincian Ibnu Qudamah, Ibnu Taimiyah dan Ibnul Qayyim.
Adapun orang yang ingin meminang kembali perempuan hamil ini setelah ia melahirkan, maka kembali diwajibkan
mahar atasnya berdasarkan keumuman firman Allah
Ta’ala:
وَآتُوا النِّسَاءَ صُدَقَاتِهِنَّ نِحْلَةً
“Berikanlah kepada para perempuan (yang kalian nikahi) mahar mereka dengan penuh kerelaan.” (QS.
An-Nisa`: 4)
Dan firman Allah
Subhanahu wa Ta’ala:
فَآتُوْهُنَّ أُجُوْرَهُنَّ فَرِيْضَةً
“Berikanlah kepada mereka mahar mereka sebagai suatu kewajiban.” (QS.
An-Nisa`: 24)
Dan banyak lagi dalil yang semakna dengannya.
Wallahu A’lam.
Dikutip dari:
Hukum Menikah dalam Keadaan Hamil AKHWAT.WEB.ID
---------- Post added at 08:58 ---------- Previous post was at 08:56 ----------
aku juga masih bodoh agama,, cumaa emang sepengetahuan aku dan pas bgt kmrn pengajian aku tny ustadzah nya, jawabannya sama.
sbnrnya nikahnya itu setelah si anak lahir.
tp kbykan org nikahnya pun sblm anak lahir, tujuannya ya itu utk mempermudah saat bikin akte.
ya intinya udah dijelasin lah di artikel di atas