Halo bundanya Qisya,
kisahnya mirip kisah saya. Saya dulu juga tidak terlalu dekat dengan ortu krn mereka berdua bekerja full, mengemban tugas negara. Saya dan kakak lebih dekat ke eyang yg tinggal serumah dgn kami. Waktu eyang meninggal, ibu khawatir kalau saya stress. Tapi Puji Tuhan, tidak. Memang kami semua mengalami saat duka yg panjang, namun malah itu menguatkan keluarga kami. Saya menjadi dekat dgn ortu saya.
Sampai hari ini, saya tidak pernah merasa jengkel/sebal/marah dgn keputusan ortu yg jarang dirumah krn bekerja. Sampai hari ini, saya tidak pernah merasa kurang kasih sayang. Saya yakin, ortu pasti juga berat meninggalkan kami demi pekerjaan. Tapi memang dari kecil kami dimengertikan bahwa ortu bekerja utk kami, utk masa depan yg lebih baik.
Saya melihat sisi baiknya, Bunda. Kakak dan saya tumbuh jadi anak yg mandiri. Puji Tuhan (lagi) secara materi kami tidak berkekurangan (walau tidak berlebihan)
Saya guru PNS, Bunda. Saya masih bekerja mengumpulkan uang receh, walau gaji suami sangat cukup-kup mencukupi kebutuhan kami semua. Anak kami baru 1, Afra 6 bln. Memang suami pernah menginginkan saya resign supaya saya fokus ke anak. Tapi, diam dirumah bukanlah tipe saya. Saya tidak masalah resign, tapi jangan suruh saya diam tanpa pemasukan. Jadi, sembari menunggu bisnis kami menghasilkan, saya tetap jadi PNS
Nah, kembali ke kisah bunda...
silakan diskusikan lagi dgn suami tercinta perasaan dan harapan bunda. Plus-minus nya jika kembali/jika tidak bekerja. Sebisa mungkin alasan bekerja bukan karena didesak keluarga besar. Semoga Bunda dan keluarga menemukan jalan terbaik. Anak-suami tercukupi kebutuhannya, bunda sendiri juga plong longgar hatinya. Win-win solutions
Semoga berkenan. Salam