COPAS dari google:
“Wanita Hamil Mendapat Haid”
Assalamualaikum,Saya saat ini sedang hamil, akan tetapi pada waktu kalender haid, saya juga mendapat haid walaupun tidak sebanyak haid biasa dan tidak setiap hari. Apakah wanita hamil bisa mendapat haid dan apakah saya tidak harus mengerjakan sholat?
Wassalamualaikum,
Tia
Jawaban
Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarkatuh,
Secara umum, para ulama dan juga para ahli medis sepakat bahwa wanita yang sedang hamil tidak mungkin mendapatkan haidh. Sebab secara logika, darah haidh itu pada dasarnya adalah guguran dari dinding uterus yang tidak mengalami pembuahan.
Namun kita juga tahu bahwa Allah SWT Maha Kuasa dan Maha Sempurna dalam mencipta. Dia ciptakan makhluk-Nya, baik yang normal maupun yang kurang seperti lazimnya. Tentunya hal itu menjadi bahan penelitian yang menantang para ilmuwan untuk memecahkan teka-tekinya.
Kekuranglaziman ini oleh para ulama fiqih seringkali terekam dalam fatwa-fatwa mereka, khusus dalam memberian jawaban hukum atas hal itu. Misalnya, kasus wanita hamil yang mengalami keluar dari seperti haidh. Rupanya, kasus ini pernah terjadi di masa mereka. Buktinya, kita bisa baca dalam kitab karya mereka bahkan sudah dalam bentuk solusi syariah atas hal itu.
Walau pun mereka tidak bisa menghindarkan diri dari perbedaan sudut pandang yang berujung kepada perbedaan penyikapan. Misalnya:
1. Mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Hanabilah: Bukan Darah Haidh
Menurut kedua pendapat mazhab ini, apabila seorang wanita mendapati darah keluar dari kemaluannya di saat-saat kehamilannya sebelum masa kelahiran, maka sesuai dengan logika darah haidh secara biologis, darah itu bukanlah darah haidh, melainkan darah penyakit.
Di dalam ilmu fiqih, darah penyakit itu disebut dengan darah istihadhah.Konsekuensi hukumnya sebagaimana umumnya darah istihadhah, yaitu tidak ada larangan untuk tetap mengerjakan shalat, puasa, thawaf, melakukan kegiatan pribadi suami dan istriual, menyentuh serta membaca mushaf Al-Quran. Sebab darah istihadhah adalah darah penyakit, tidak sama dengan darah haidh atau darah nifas.
Maka wanita yang mengalami hal itu tetap wajib menjalankan shalat, puasa Ramadhan serta hal-hal lainnya, seperti tidak terjadi apa-apa.
Pendapat kedua mazhab ini juga diperkuat oleh pendapat Imam Asy-Syafi’i dalam versi qaul qadimnya. Yaitu pendapat beliau ketika masih berada di Iraq.
Mazhab Al-Hanabilah membuat pengecualian, bila darah itu keluar sehari atau dua hari menjelang kelahiran bayi, darah itu bukan darah haidh, bukan darah istihadhah, melainkan darah nifas. Dan hukum yang berlaku sama dengan hukum darah haidh.
2. Mazhab Al-Malikiyah dan As-Syafi’iyah: Darah Haidh
Sedangkan menurut mazhab Al-Malikiyah dan As-Syafi’iyah versi qaul jadid , darah itu tetap dianggap darah haidh dan bukan darah istihadah.
Akibatnya, semua hukum yang terkait dengan larangan wanita haidh, juga berlaku sepenuhnya dalam kasus ini. Tidak boleh shalat, puasa, thawaf, masuk masjid, melakukan kegiatan pribadi suami dan istriual, memegang dan membaca mushaf Al-Quran dan lainnya.
Namun adanya haidh saat kehamilan ini tidak boleh dijadikan ukuran dalam menentukan masa ‘iddah.
Wallahu a’lam bishshawab