Jakarta, Setelah Hypnobirthing dan water birth, para ibu hamil kini juga sedang keranjingan info soal Lotus Birth. Untuk zaman sekarang proses melahirkan seperti Lotus Birth memang jadi tidak biasa, tapi dengan prinsip semua dikembalikan ke alam, Lotus Birth bikin ibu-ibu hamil penasaran.
Apa itu Lotus Birth?
Lotus birth adalah proses melahirkan bayi dengan tetap membiarkan tali pusat terhubung dengan plasenta selama beberapa hari. Jadi tali pusat dan plasenta yang menempel di pusar bayi tidak langsung dipotong usai ibu bersalin namun dibiarkan mengering sendiri dan lalu terputus sendiri.
Melahirkan dengan metode lotus birth mulai di lirik ibu-ibu hamil karena dianggap lebih alami dan membuat bayi memiliki kekebalan tubuh lebih tinggi. Namun secara ilmu kedokteran, metode ini masih dianggap kontroversi dan dapat berisiko untuk bayi.
Secara persalinan normal, ketika bayi baru lahir maka tali pusar langsung diklem (dijepit) dan dipotong, sehingga terpisah dari plasenta atau ari-ari.
Sedangkan bila melahirkan dengan metode lotus birth, tali pusar tidak akan diklem sehingga masih ada hubungan antara plasenta dan bayi. Plasenta dibiarkan terhubung dengan bayi hingga akhirnya kering dan puput (terlepas) dengan sendirinya dalam 3-4 hari.
Biasanya untuk menghilangkan bau, plasenta yang sudah ditempatkan di dalam baskom atau mangkok besar dibiarkan kering dan diberi garam, bunga atau rempah-rempah yang mengeluarkan wewangian.
Melahirkan dengan metode ini dipercaya dapat mencegah bayi kekurangan zat besi dan membuat bayi memiliki kekebalan tubuh yang tinggi, karena diklaim darah yang masih mengalir dari plasenta dapat memberikan tambahan oksigen, makanan dan antibodi untuk si bayi.
Namun secara kedokteran, metode ini masih dianggap kontroversial dan belum ada penelitiannya secara ilmiah.
"Lotus birth masih kontroversi dan belum ada penelitiannya," tegas dr Frizar Irmansyah,
SpOG, dokter kandungan dari RS Pusat Pertamina, saat dihubungi detikHealth, Jumat (5/10/2012).
Secara medis, lanjut dr Frizar, tali pusar harus segera diklem untuk mencegah bayi menjadi kuning karena bilirubin (senyawa hasil metabolisme hati) yang tinggi.
Terlebih lagi bila terjadi kasus rhesus darah ibu bertentangan dengan bayi. Semakin lama tali pusar dibiarkan, maka akan semakin banyak darah ibu yang tidak sesuai bercampur dengan darah bayi.
"Dalam keadaan kurang sehat atau bayi tidak bugar, memang terkadang kita lakukan delay clamping (penundaan klem). Jadi kita biarkan bayi tetap dengan ari-arinya, agar mendapatkan darah lebih banyak," jelas dr Frizar.
Nah, anggapan inilah yang membuat orang-orang percaya bahwa metode lotus birth dapat menambah kekebalan tubuh pada bayi yang baru lahir. Dengan lotus birth, bayi diharapkan mendapatkan lebih banyak darah yang mengandung oksigen, makanan dan antibodi.
Namun dr Frizar menegaskan, plasenta bisa memproduksi antibodi hanya bila masih berada di dalam tubuh ibu.
"Plasenta memang memproduksi antibodi, tapi jika masih berada di dalam tubuh. Kalau sudah di luar ya sudah mati," tutur dr Frizar.
Selain itu, lanjut dr Frizar, darah yang masih ada di plasenta hanyalah sisa-sisa yang jumlahnya tidak seberapa. Secara rasional, menurutnya metode ini kurang bisa dipertanggungjawabkan.
Karena itulah, metode ini belum dapat diterima secara medis dan belum bisa dipraktikkan di rumah sakit. Terlebih belum ada penelitian yang membuktikannya aman untuk ibu dan bayi.
"Saya sendiri tidak mendukung, karena ribet membiarkan bayi selama 3 sampai 4 hari dengan plasentanya. Secara kedokteran juga tidak disarankan karena belum ada penelitian. Saya rasa di rumah sakit mana pun belum ada metode ini, biasanya hanya di rumah-rumah, bidan tertentu atau secara tradisional," jelas dr Frizar.
Menurut dr Frizar, metode ini banyak dipraktikkan di Bali karena budaya Bali pun sangat mendukung.
"Biasanya banyak di Bali karena budaya Bali juga mendukung. Mereka menganggap metode ini sama dengan cara kelahiran Dewa Wisnu yang lahir secara utuh," tutup dr Frizar.