Bunda, saya mau share pengalaman saya yang bikin GEREGETAN bund..
Semoga bisa diambil hikmah oleh bunda2 semua yang ada di sini..
Jadi begini ceritanya..
Dulu saat saya positif hamil, saya langsung cek ke bidan terdekat (sebut saja bidan S). Saya ditanya
HPHT, kemudian saya menjawab 25 Agustus 2016. Setelah diukur dengan kalender kehamilan yang bulet2 itu ditulislah di buku pink sebagai berikut:
HPHT : 25 Agustus 2016
HPL : 01 Mei 2017
Selama kehamilan, saya sering pindah2 tempat periksa bunda, mulai dari bidan, puskesmas, sampai dokter praktek. Semua saya jelajahi sekalian ingin cari tempat melahirkan yang pas dan sreg.
Usia kehamilan 7 bulan..
Saya dan suami berencana USG bund. Ingin tau jenis kelamin dedek bayi. Akhirnya kami pergi ke dokter A yang terkenal banyak pasiennya. Di depan ruang periksa ada meja registrasi yang dihandle oleh tenaga medis. Saya ditanya
HPHT, kemudian dihitung menggunakan kalender kehamilan yang bulet2 itu dan dituliskan di kartu periksa
HPL awal Mei 2017 juga.
Usia kehamilan 8 bulan..
Nah, karena di dokter A hanya tersedia USG 2D, suami juga belum puas karena belum dapat melihat secara jelas. Akhirnya kami USG 4D di dokter B yang pasiennya terkenal lebih bejubel. Musti booking dulu jauh2 hari kalau mau dapat nomer antrian periksa. Nah, karena ini juga pertama kalinya periksa di dokter B akhirnya registrasi dulu di depan ruang periksa yang dihandle tenaga medis juga. Ditanya
HPHT, dihitung dengan kalender kehamilan yang bulet itu dan dituliskan di kartu periksa
HPL Awal Mei 2017 juga. Dari periksa kali ini puas, soalnya suami bisa melihat dengan jelas jenis kelamin dedek.
Kebetulan saya punya teman yang berprofesi sebagai bidan. Dia sedang hamil juga bund. Tapi usia kehamilan lebih dulu dia dibanding saya. Setiap selesai periksa terutama dari puskesmas saya selalu berdiskusi dengannya. Awalnya semua tampak baik2 saja.. kemudian menginjak usia kehamilan 8 bulan hasil periksa tinggi TFU saya selalu selisih alias selalu kurang dari normal. Tapi kami tidak terlalu mempermasalahkannya bund, karena
bbj bisa dikejar dengan eskrim.
Akhir April semakin dekat yang artinya semakin dekat dengan
HPL..
Saya semakin bersemangat karena sebentar lagi bisa ketemu dengan dedek bayi. Jalan pagi, jongkok, goyang inul, naik turun tangga, senam hamil dll saya lakukan karena saya ingin sekali melahirkan normal. Saya gencar melakukannya karena saat itu kepala dedek bayi belum masuk panggul bund, sementara
HPL sudah semakin dekat.
HPL di depan mata..
Kegalauan kian bertambah. Saya belum merasakan tanda2 kepala dedek masuk panggul seperti sering pipis, selakangan sakit dl. Ditambah lagi bunda2 di forum ini yang
HPL di bulan Mei mulai melahirkan satu per satu. Teman saya pun menyarankan untuk cek panggul ke dokter, dikhawatirkan kalau pinggul sempit sehingga menyebabkan kepala bayi masih belum masuk panggul dan kelahiran tidak dapat secara normal alias harus caesar. DEG! Saya mulai berusaha menguatkan hati bunda.. saya browsing2 di forum ini berharap mendapat sedikit kekuatan.
HPL 01 Mei 2017
Hari itu terlewati begitu saja tanpa merasakan kontraksi. Sebelumnya memang pernah merasakan kontraksi sekali, itupun hanya sekali dan hingga sekarang tidak merasakan lagi.
Esoknya kegalauan makin menjadi. Doa dan semua gerakan yang menunjang kepala dedek masuk ke panggul makin gencar saya lakukan. Namun hasilnya tetap nihil. Kepala dedek sudah di bawah tapi belum juga masuk panggul. Saudara, teman, tetangga mulai bertanya mengenai kehamilan saya. Jujur saya semakin stres dengan pertanyaan tersebut. Setiap pertanyaan seperti itu muncul saya berusaha tenang dan tersenyum sembari bercanda bahwa dedek masih belum khatam baca Al-Qurannya di dalem perut.
Kemudian saya konsultasi ke bidan U (saya pindah bidan bund, karena kurang sreg dengan bidan S) saya curhatkan semua kegalauan saya. Bagaimana kalau melewati
HPL dan ketuban kurang sehingga menyebabkan bayi stres? Bagaimana kalau nanti bayi saya keracunan ketuban? Bagaimana kalau ternyata panggul saya sempit dan kelahiran harus caesar? Bagaimana.. bagaimana.. bagaimana.. dst.. begitulah sekelumit kehawatiran saya.
Singkat cerita, bidan U menyarankan saya untuk periksa ke dokter pembanding saja. Alias nyari second opinion ke dokter K. Dari cerita bidan U, saya ketahui bahwa dokter K adalah senior para dokter
SPOG di kota saya tinggal. Namun memang cara penyampaian beliau "nyelekit", tapi itu semua pure beliau lakukan demi kebaikan bayi dan ibu. Mungkin juga karena faktor beliau yang sudah sepuh. Banyak yang kurang suka periksa di dokter ini bund. Sehingga kalau mau periksa ke dokter K tidak perlu antri panjang. Meskipun begitu, dokter ini sangat pro normal dan sangat menyayangkan dokter2
SPOG yang terutama bekerja di RS Swasta dimana dengan mudahnya menyarankan kelahiran melalui proses caesar. Bagi bidan U, dokter ini benar2 apa adanya. Apabila ada keanehan yang urgent akan langsung ditindak. Kalaupun saat periksa ternyata ada gawat janin maka langsung ditindak saat itu juga tanpa memperdulikan antrian pasiennya bund. Begitu kira2 penjelasan dari bidan U.
05 Mei 2017..
Cuaca hujan deras terus bunda, orang tua melarang periksa. Tanggal 5 baru bisa periksa ke dokter. Tapi bukan dokter K melainkan dokter B. Itu karena suami belum tahu tempat prakteknya dan saya sudah semakin mencemaskan keadaan dedek. Saya takut sewaktu2 dedek sudah poop di dalam rahim dan meracuni dirinya sendiri. Salah saya juga karena tidak bertanya ke bidan U alamat praktek dokter K.
Hasil periksa di dokter B ketuban masih cukup, plasenta masih bagus dan posisi bayi seperti orang sujud hanya saja kepala belum masuk panggul. Saya diberi waktu tenggang hingga tanggal 8, apabila belum melahirkan juga saya harus ke rumah sakit dan akan ditindak dengan diberikan perangsang.
07 Mei 2017..
Semua hasil periksa dari dokter B saya laporkan kepada bidan U bund. Pagi2 sekali saya gedor pintu rumah bidan U. Sekalian periksa kenapa tanggal 7 masih belum mulas juga. Padahal dokter memberikan batas waktu hingga tanggal 8 saja. Lebih dari itu harus segera diambil tindakan. Yang jadi pertanyaan saya setelah periksa di dokter B, kenapa di usia 41 minggu ketuban masih cukup dan plasenta masih bagus? Bukankah seharusnya sudah pengapuran plasenta dan ketuban semakin sedikit?
Akhirnya saya diperiksa oleh bidan U kembali, detak jantung dedek bagus bund TFU 28 cm yang mana menurut perhitungan bidan
bbj sekitar 2,5 kg. Keadaan dedek sangat baik. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
Bidan U tidak hentinya menguatkan saya untuk tetap optimis lahir normal bund, apabila tanggal 8 belum mulas juga saya diminta berangkat periksa ke dokter K untuk sebagai second opinion dan kali ini saya diberikan alamat praktek dokter K. Sembari mengingatkan bahwa setiap bayi punya masanya sendiri untuk lahir. Saya diminta tenang dalam menghadapi masalah ini agar janin tidak ikut stres.
Sampainya di rumah, saya jelaskan kepada orang tua saya bund. Mengenai hasil periksa di dokter B dan juga pertimbangan dari bidan U. Orang tua saya benar2 tidak setuju dengan dokter B apabila saya harus dirangsang/ induksi dengan pertimbangan bahwa selama ini memang hasil periksa baik2 saja dan kepala dedek sudah di bawah meskipun belum masuk panggul juga. Selain itu, pengalaman ibu saya dulu waktu sedang hamil saya juga prediksinya mundur 1 bulan lamanya. Usut punya usut, itu disebabkan ibu saya lupa
HPHT, bahkan sudah periksa ke dokter dan disarankan diberi perangsang saja agar saya segera lahir. Tapi ayah saya menolak karena ayah saya percaya bahwa "tidak ada bayi yang tidak lahir" atas dasar bahwa selama ibu saya periksa hasilnya selalu baik2 saja. Akhirnya saya pun terlahir 1 bulan kemudian bund dari prediksi yang lupa
HPHT itu.
Menurut ibu saya juga yang melihat gerakan perut saya yang masih sangat aktif, ibu saya memprediksikan bahwa usia kehamilan saya baru masuk 9 bulan bund. Karena pengalaman ibu saya kalau sudah menjelang kelahiran maka bayi biasanya akan lebih tenang, ibu hamil sering pipis dan terasa ada yang mengganjal (ciri2 kepala bayi masuk panggul).
Saya semakin galau, ikut kata orang tua atau ikut kata dokter. Masalahnya saya juga mengkhawatirkan keadaan janin saya. Saya tidak tenang. Saya takut betul kalau panggul saya sempit sehingga tidak bisa melahirkan normal. Apalagi saya merasakan sundulan2 dedek makin kencang seakan mendobrak rahim saya untuk segera keluar. Saya khawatir bayi di dalam perut saya sudah tidak sejahtera.
09 Mei 2017..
Duedate 8 Mei terlewat begitu saja dengan segala kegalauan dan tanpa meraskan kontraksi sama sekali. Padahal sudah saya lakukan segala cara alami untuk merangsang kontraksi. Akhirnya saya berdiskusi dengan suami, masih ada satu saran dari bidan U untuk periksa ke dokter K sebagai second opinion. Berharap akan menjadi pencerah segala kegalauan kami.
Sore harinya, saya dan suami bersiap berangkat periksa ke dokter K. Ibu yang mengetahui saya hendak berangkat periksa (LAGI) mewanti2 jangan sampai bersedia apabila diambil tindakan caesar ataupun dirangsang untuk lahir, apabila belum waktunya lahir maka proses perangsangan akan terasa lebih menyakitkan dari pada proses yang alami. Begitu pesan ibu saya. Saya pun menjawab dengan tenang bahwa saya tidak akan bercerita mengenai
HPL yang sudah lewat waktu ini kepada dokter K. Saya hanya ingin tau bahwa keadaan bayi saya baik2 saja dan menanyakan kira2 kapan bayi saya akan lahir. Apakah masih lama atau tidak dan apakah saya bisa melahirkan normal.
Sesampainya di tempat praktek dokter K, saya melihat hanya ada 2 antrian bund. Saya menuju meja registrasi yang ada di depan ruang periksa. Di sana ada suster berbaju putih yang siap bertanya
HPHT saya dan mengecek tensi darah saya. Sang suster bertanya apakah saya sudah pernah periksa di situ, saya menjawab belum. Kemudian dia mengambil kertas periksa baru dan bertanya mengenai identitas saya sekaligus
HPHT saya. Ditulislah
HPHT 25 Agustus 2016. Kemudian dihitung dengan kalender kehamilan yang bulat itu dan ditulislah
HPL 02 Juni 2016 dengan usia kehamilan 36 minggu 4 hari.
Saya mengernyitkan dahi saat membaca
HPL dan usia kehamilan yang ditulisnya sembari mencari duduk di ruang tunggu ditemani suami. Setelah duduk, saya buka buku pink dari bidan S dan saya lihat
HPHT 25 Agustus 2016 dengan
HPL 01 Mei 2017. Saya cek juga kartu periksa dari dokter B dengan
HPL awal Mei pula. Saya cek pula kartu periksa dari dokter A dan
HPL pun sama di awal Mei. DEG!!! Dari situ saya langsung beristighfar bund. ASTAGHFIRULLOOOH.. saya bilang kepada suami sambil menunggu giliran masuk ruangan untuk periksa. Suami mengernyitkan dahi mulai menghitung dengan tangan manual serta logika dan menurutnya prediksi yang terakhir ini yang paling logis jika dihitung2.
Tidak lama giliran saya untuk periksa, suami ikut mendampingi. Dokter K mulai cas cis cus menjelaskan dan bertanya2 sembari melihat catatan suster di kartu periksa saya. Langsung setelah itu saya diminta berbaring untuk proses USG. Beliau tampak memperhatikan layar monitor dan menjelaskan hasil USG. Setelah selesai, saya mulai bertanya bagaimana keadaan bayi saya mulai dari plasenta dan ketubannya. Dokter K menjelaskan kalau keadaan bayi sehat, plasenta masih bagus dan diminta memperbanyak minum air putih. Dokter juga berkata pasti saya sudah sering pipis karena kepala si dedek sudah masuk panggul. Tepat sekali. Itu yang saya rasakan mulai tanggal 9 Mei 2017 tepatnya pagi tadi. Ternyata bund, memang betul bahwa bayi tahu kapan dia harus masuk panggul ibuny karena bayi punya waktu sendiri. Saat ia bersedia masuk panggul ibunya maka dia akan masuk dengan sendirinya tanpa membutuhkan waktu yang lama. Gak perlu dipaksa2 dengan jongkok, jalan pagi lama2 dll. Itu sudah naluriah. Pantas saja saya gencar latihan A-Z tapi hasilnya nihil. Ternyata karena memang belum waktunya dan dedek tau kapan waktunya dia masuk panggul ibundanya. Subhanalloh..
Dokter K pun menuliskan bahwa kemungkinan kelahiran normal 70% pada kartu periksa saya agar ketika saya ditangani oleh dokter lain terhindar dari praktek operasi caesar sementara tidak ada gawat janin terjadi. Alhamdulillah.. suami saya lega sekali mendengarnya bund..
Usai periksa kami bergegas pulang dan menebus resep obat di apotek terdekat. Sesampainya di rumah, saya menceritakan semuanya kepada orang tua. Kegalauan terobati bund. Permasalahan terletak pada penghitungan
HPL yang dilakukan 3 orang di tempat periksa yang berbeda. Padahal di setiap tempat periksa tersebut saya tidak pernah menyerahkan buku pink dulu atau menceritakan
HPL saya. Saya hanya memberitahukan mengenai
HPHT saja dan ketiganya SALAH prediksi di awal Mei bund. Jauh sekali jaraknya dengan prediksi suster di dokter K.
Yang jadi pertanyaan saya bund, bagaimana bisa itu terjadi? Seandainya karena ketidaktelitian, kenapa bisa ketiganya tidak ada yang teliti sama sekali dalam menghitung
HPL? Geram sekali rasanya bund..
Seandainya saja saya dan suami mengikuti saran dari dokter B untuk melaksanakan tindakan rangsangan pada tanggal 8 Mei di rumah sakit, bukankah bisa jadi saya dicaesar karena tidak terjadi pembukaan akibat perut saya tidak kontraksi? Dan seandainya bayi saya lahir saat itu juga bukankah akan ada kemungkinan kalau bayi saya lahir dengan berat badan rendah di usia kehamilan 36 minggu sehingga mungkin saja diinkubator?
BBJ sekitar 2,5kg bund..
Ya Allah.. usai sholat maghrib saya meminta maaf bunda sama bayi saya. Maaf karena telah membujuknya untuk keluar. Maaf karena telah berusaha keras jalan2, jongkok, goyang inul dsb sehingga mengganggu ketenangan dia di dalam rahim saya. Maaf karena belum bisa mempercayai bahwa bayi memiliki waktunya sendiri dll. Saya dan suami betul2 bersyukur bund, masih belum sempat ditindak dan alhamdulillah sudah menemukan jawaban atas kegalauan.
Setelah itu saya cerita ke teman saya lagi bund. Dia kaget mendengar berita dari saya dan mulai menghitung dengan manual dan kalender kehamilan miliknya. Ternyata benar,
HPL saya harusnya awal Juni 2017. Selama ini dia tidak mengira kalau prediksi awal Mei tersebut salah, dia pikir insyaallah prediksi itu sudah benar.
Jadi pesan saya, PASTIKAN
HPHT DAN
HPL BENAR. Kalau perlu pelajari cara menghitung yang benar. Tenaga medis juga manusia. Tidak luput dari salah. Tapi untuk kasus saya ini entah kebetulan atau bagaimana. Entah saya kurang sedekah atau bagaimana sehingga Allah berikan ujian kesabaran ini kepada saya dan suami. Bisa2nya 3 tenaga medis SALAH prediksi semua padahal saya hanya melaporkan
HPHT saja..
Sekian cerita saya yang saya sadari bahwa thread ini sangat panjang bunda. Semoga bermanfaat apalagi buat yang berkenan membaca. Semoga yang sedang hamil maupun hendak melahirkan diberikan kelancaran semuanya. Sehat bunda dan bayinya. Aaamin..