![]() |
Bantu Nilai Ya Bun... Koreksi, kritik dan saran. Langit masih cerah saat ku keluarkan sepeda motor dari pekarangan rumah. Ku pastikan lagi waktuku sudah pas dengan melirik jam ditangan kiriku. Tepat jam 4.30. Kulajukan motorku menuju jalan raya. Berpacu cepat dengan kendaraan-kendaraan lain yang ingin lebih dulu sampai tujuan, tak lama lagi jalanan ini akan bertambah sesak, saling rebut ingin jadi yang paling depan. Butuh 20 menit untukku sampai ke tempat ini. Kupilih berhenti di depan sebuah toko kelontong besar, mengambil posisi disudut supaya tak mengganggu. Pandanganku beralih ke seberang jalan, kesebuah sekolah swasta, tempat istriku mengajar. Gerbangnya masih terkunci, tanda belum saatnya mereka pulang. Kulirik lagi pergelangan tangannku, 10 menit lagi mereka keluar. Kubuka helemku, mengambil sebatang rokok dari saku jaketku, menyulutnya lalu mulai menghisap diselingi hembusan panjang bercampur asap. Mataku melirik ke bawah, ke arag got yang dipenuhi sampah minuman. Hingga tiba-tiba aku dikejutkan dengan kehadiran istriku. Dia membawa sebuah kantong plastik besar, berisi sesuatu yang tampaknya berat. Plastik itu dipeluknya di dada, entah karena terlalu berat atau apa. Kubuang rokokku yang tinggal dua kali isapan, lalu beralih mengambil kantong besar yang dipeluk istriku. Istriku menolak, memundurkan badannya menjauhiku dan terlihat mempererat pelukan tangannya. “Biar bunda saja yang pegang” kata istriku setengah berbisik. "Memang isinya apa sih, kok kayaknya berat sekali. Bunda mau pegang itu sampai ke rumah? Kan bisa diletakkan di depan. Isinya barang pecah belah ya?" Tanyaku sambil menyodorkan helm untuknya. Barulah istriku mau melepaskan plastik itu, diletakkannya di atas jok, lalu memakai helmnya. Kulihat bungkusan itu, lalu kubuka untuk melihat apa sebenarnya yang dibawa istriku. Terlambat saat istriku mengatakan jangan. Plastik itu telah terbuka. Dan betapa terkejutnya aku melihat isi plastik itu. Bentuknya persegi karna memang tersusun rapi. Berat karena memang isinya bertumpuk-tumpuk. Aku terperanjat, tidak bisa berkata-kata. Dihadapanku, di dalam plastikyang dibawa istriku bertumpuk uang lima puluh ribuan. Banyak sekali, taksirku mencapai puluhan juta, tidak, lebih dari puluhan, ratusan juta. Ya istriku membawa uang ratusan juta di dalam plastik hitam. Uang siapa ini? Uang apa ini? Gaji istriku tidak sebesar ini. Istriku juga tidak punya usaha apapun. Dia hanya guru biasa dengan gaji biasa. Belum sempat aku bertanya, istriku langsung menutup plastik itu, merampasnya dari tanganku, lalu kembali memeluknya. "Jangan banyak tanya Yah, ayo cepet kita pulang”. Istriku menarik pinggangku ke atas motor, dia sudah duduk di jok belakang. Tanpa babibu aku langsung menyalakan motor matic kami, motor yang kami beli dengan angsuran tiap bulan. Kulalui jalanan yang mulai ramai dengan penuh semangat. Kami harus segera sampai di rumah, secepat mungkin. Aku butuh penjelasan dari istriku darimana uang itu berasal. Uang sebanyak itu, uang yang mustahil bisa kami punya meskipun harus menabung semua gaji kami setiap bulan. Pikiranku terus berjalan, mencoba berhipotesa dengan segala kemungkinan yang bisa saja terjadi. lalu sesuatu muncul, istriku korupsi. Ya itu kemungkinannya, korupsi uang sekolah. Ya Tuhan alangke beraninya istriku, dimana akal sehatnya. Apa yang ingin dilakukannya dengan uang sebanyak itu. Lalu bagaimana nanti jika ketahuan, istriku akan dipenjara. Bukan hanya istriku, bahkan kemungkinan aku juga bisa terseret, lalu bagaimana anak kami, putra kami yang baru berusia 2 tahun. Anak sekecil itu tahu apa tentang masalah orangtuanya, yang dia tahu hanya kasih sayang dan mainan. Lalu kami akan meninggalkan? Menitipkannya pada keluarga, pada neneknya. Lalu bagaimana jika dia menanyakan ayah dan bundanya ada dimana? Oh Tuhan aku tidak tega. Aku tidak mau anakku menjadi olok-olokan temannya karena ulah ibunya yang memalukan. Kami harus mengembalikan uang itu. Ditambah kecepatan motorku, menyalip gesit diantara kendaraan lain. Istriku berpegang erat, melingkarkan tangannya diperutku, mengepalkan tangannya dengan menarik sedikit bajuku. “Ayah.. Ayah..”. Istriku memanggil, badanku bergoyang kecil di atas motor. Ketika kuangkatkan kepala baru kusadari istriku ada disebelahku. “Loh bunda kenapa turun, ayo naik kita harus cepet-cepet pulang”kataku penuh semngat. Motor kunyalakan. Istriku menyodorkan plastik hitam lalu meletakkannya di bagian depan motor matic kami. Ahh kenapa istriku meletakkannya di depan. “Pegang saja bun, nanti jatuh” bujukku. Istriku menggeleng. “Berat Yah.”, aku mengambil ikatan plastik itu, kubuka, kuurai ujung-ujungnya. Aku ingin mengikatnya kembali, agar lebih erat, ikatan dengan tenaga laki-laki pasti lebih terjamin. Aku kembali terkejut saat plastik terbuka. Kemana uang itu? Puang itu tidak ada lagi di dalam plastik ini. Plastik ini hanya berisi raport siswa, kupastikan lagi dibawahnya, mungkin istriku menyimpan uangnya dibawah tumpukan raport. Tidak ada, aku tidak menemukan apapun selain raport dan raport. "Bun, uangnya kemana? Kok gak ada” "Uang? Uang apa Yah. Ayah ngelundur yah, mangkanya kalau tidur itu di rumah, jangan di atas motor. Sudah ayo cepat pulang, nanti Angga nangis lagi di rumah." Kunyalakan motor. Mulai menyusuri jalan dengan hatiku sendiri, apa yang sesungguhnya terjadi. Maaf kepanjangan bun, karyaku sore itu, cerpen dengan ide dadakan. Yang sudah baca mohon koreksinya ya bun, siap nerima kririk dan saran dari bunda semua. |
Bapak ini berhalusinasi.... Raport kok di kira uang.. Hahaaa |
Bunda bunda yang baca maaf ya kalo ada beberapa ejaan yang salah, aku post tanpa edit dulu tadi, jadi mungkin ada bebereapa kata yg salah ketik, salah tempat dan salah salah lainnya. Ada beberapa pekerjaan rumah yang mau diselesaikan dulu. Nanti kalau sudah selsesai baru di edit bun. Semoga bunda2 terhibur, jangan lupa saran sama kritiknya ya bun. |
Quote:
|
Bagus bu...mengalir dan enak dibaca :-) |
Quote:
---------- Post added at 19:40 ---------- Previous post was at 19:37 ---------- Quote:
|
Quote:
sisanya 1,5 buat nunggu bunda buat cerita lg:sip: bisa kok bund , tulisan edit di klik aja bund:ngelamun: |
Quote:
Oke nanti d lanjut lagi ceritanya, dikepala udah mulai keluar ide2 baru... |
Quote:
pernah sih bund tp cm dikoran lokal aja... ma majalah sekolah itu yg jaman sekolah bund...:hehe::hehe: klo skr nulisx klo lg pengen aja udah gk fokus kyak dl:hehe::hehe: |
wah bagus bnget bun.. Latarnya tidak jauh dr keseharian qt tp bertema unik n menggelitik.. So real.. Jd ikut harap2 cemas pngen tau dr mana tuh uang, ha ha.. Bunda ada blog kah? Jd pngen baca karya bunda yg lain |
Quote:
Nilainya dong bun? |
Quote:
|
:baca: Suka suka suka. . Te O Pe Be ge Te :kyaa: Nilai 8 - 8,5 juga Lanjutkan. . Tingkatkan ya Bund, O, iya. . Salam kenal, aku tunggu cerpen Bunda berikutnya. :sip: |
Quote:
---------- Post added at 09:39 ---------- Previous post was at 09:37 ---------- Quote:
|
Ketikin semua dong bun, taruh di blog gtu. Atau kirim ke media2 cetak ato online. Biar makin banyak yg bs menikmati, sayang kalo disimpen sendiri. Ibu muda sekaligus penulis :sip: |
Zona waktu GMT +7. Waktu saat ini adalah 02:00. |